Sport

Yuk Intip Atmosfer Yahudi di Stadion Tottenham Hotspur

London-Beginilah atmosfer saban Tottenham Hotspur melakoni laga kandang di Stadion White Hart Lane. Bendera Bintang Daud berukuran raksasa terbentang dan slogan 'Yid Army' bergemuruh.
 
Bagi sebagian pihak, yel Yid Army itu merupakan pelecehan bagi kaum Yahudi dan bagian dari tindakan anti-Semit. Namun para penggemar Tottenham menyanggah. Mereka menyebut yel itu sebagai suntikan semangat dan slogan membanggakan, seperti dilansir majalah Der Spiegel Oktober tahun lalu. 
 
Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) September tahun lalu memperingatkan fans Tottenham agar tidak lagi menggunakan slogan Yid Army. Mereka bisa terancam perkara pidana atau dilarang masuk ke dalam stadion. Tentu saja tradisi sebuah klub tidak dapat dicegah. Apalagi para penggemar Tottenham tidak percaya slogan Yid Army itu melecehkan kaum Yahudi. "Kami menyanyi dengan bangga sebagai sebuah tanda identitas kami," kata penggemar bernama James Mariner, sudah satu dasawarsa membeli tiket tahunan.
 
Orang boleh saja menganggap slogan itu sebagai hinaan bagi orang Yahudi. Tapi Mariner menilai sebaliknya. "Kami tidak ingin menghina siapapun." 
 
Klub asal London Utara, Inggris, ini begitu tersohor di kalangan imigran Yahudi. Mereka tiba di sana akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dan bermukim di kawasan East End. "Spurs kemudian lebih glamor ketimbang West Ham United atau Arsenal," ujar Anthony Clavane, wartawan Daily Mirror berdarah Yahudi yang Agustus tahun lalu menerbitkan sebuah buku soal bagaimana orang-orang Yahudi mempengaruhi sejarah sepak bola Inggris. 
 
Permukiman warga Yahudi di London Utara bukan hanya di East End. Orang-orang Yahudi juga banyak tinggal di distrik Barnet, Hackney, dan Harrow. 
 
Fenomena serupa juga terdapat di kalangan fans Ajax Amsterdam, klub dari Belanda. Mereka menyebut Ajax sebagai Super Yahudi. Mereka juga menyenyikan lirik berbunyi, "Siapa saja tidak melompat bukan seorang Yahudi." beberapa penggemar bahkan memiliki rajah bergambar Bintang Daud. 
 
Citra Ajax sebagai klub Yahudi muncul lantaran Amsterdam terkenal dengan sebutan 'Yerusalemnya Barat' sebelum Perang Dunia Kedua. Sekitar 80 ribu orang Yahudi menetap di sana dan banyak yang mengidolakan Ajax. Stadion De Meer dipakai sebagai markas klub hingga 
 
1990-an dulunya basis permukiman orang Yahudi di Amsterdam. Sehabis Perang Dunia Kedua Ajax pernah dipimpin sejumlah pemuka Yahudi, termasuk Jaap van Prag, putranya, Michael, dan Uri Coronel. ketiganya menjabat presiden klub. Ajax pada 1960-an dan awal 1970-an juga dihuni sejumlah pemain berdarah Yahudi, seperti Bennie Muller, Sjaak Swaart, dan Salo Muller. 
 
Selama dan setelah 1970-an Ajax kerap menjadi sasaran serangan anti-Yahudi. Hal itu dilawan oleh kelompok holigan Ajax bernama F Side. Grup ini masih aktif meski mereka tidak tertarik dengan Israel atau Yudaisme. "Sekitar 90 persen fans Ajax bahkan tidak tahu di letak Israel," tutur Hans Knoop, jurnalis Belanda keturunan Yahudi. "Ketika mereka 
berteriak 'Yahudi, Yahudi!' atau 'Super Yahudi' itu buat menyemangati semangat tim bukan untuk tujuan lain."
 
Kadang penggemar tim lawan membalas dengan slogan ledekan. "Hamas! Hamas! Yahudi dikirim ke kamp gas," begitu teriakan dari fans Feyenoord Rotterdam saban kali kesebelasan mereka bertanding dengan Ajax. 
 
Lex Immers, pemain dari klub ADO Den Haag, tiga tahun lalu mendapat hukuman larangan bermain di lima laga karena meledek penggemar Ajax berhasil mereka kalahkan. "Kami akan memburu Yahudi!" (rep05)