Korupsi Bhakti Praja

Polisi Dalami Keterlibatan Herman Maskar

 

PEKANBARU - Penyidik Polda Riau mendalami keterlibatan Ketua Komisi B DPRD Pelalawan dari Partai Hanura, Herman Maskar, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Bhakti Praja. Herman disebut-sebut memiliki andil bahkan penghubung antara pejabat dalam pembebasan lahan yang diduga bermasalah tersebut.
 
"Herman Maskar diduga telah menerima Rp2,8 miliar. Hal itu sesuai dakwaan jaksa pada terdakwa Al-Azmi dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor) ganti rugi Lahan Bhakti Praja, Pelalawan," ujar Kasubdit III Tipikor Polda Riau, Kompol Yusuf, Minggu (6/10/2013).
 
Untuk perkembangan penyidikan, kata Yusuf, Polda Riau akan berkoordinasi dengan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus korupsi Bhakti Praja. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan, Herman juga dijadikan tersangka.
 
"Jika bukti-bukti lengkap, bisa jadi tersangka. Untuk itu, kami senantiasa memantau persidangan di Pengadilan Tipikor. Jika keterangan sejumlah terdakwa dan saksi mengarah kepada Herman Maskar, ini bisa menjadi pegangan kuat bagi polisi untuk menyelidikinya," tutur Yusuf. 
 
Disinggung kapan polisi menjadwalkan pemeriksaan terhadap Herman, dikatakan Yusuf belum bisa dipastikan. "Yang jelas kalau bukti-bukti kuat mengarah padanya akan kita periksa lagi," pungkas Yusuf.
 
Seperti diketahui, kasus korupsi Bhakti Praja ini, sedang dalam proses persidangan, empat terdakwa yakni, Lahmudin alias Atta selaku mantan Kadispenda Pelalawan. Syahrizal Hamid selaku mantan Kepala BPN Pelalawan. Al Azmi selaku Kabid BPN di Pelalawan, dan Tengku Alfian Helmi selaku staff BPN Pelalawan.
 
Kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 38 miliar ini bermula dari tahun 2002 hingga 2011 lalu. Dimana ditahun 2002 itu pihak Pemkab Pelalawan berencana membangun gedung perkantoran pemerintahan dengan nama Gedung Bhakti Praja.
 
Untuk pembangunan ini, pemkab Pelalawan membeli lahan kebun kelapa sawit milikPT Khatulistiwa Argo Bina, Logging RAPP RT 1 RW 2 Dusun I Harapan Sekijang, seluas 110 hektare (Ha) dengan harga Rp 20 juta per Ha.
 
Namun, permasalahan timbul dalam pembebasan lahan tanah perkantoran tersebut. Tahun 2002 pernah dibebaskan dan diganti rugi oleh Pemkab Pelalawan. Kemudian, lahan tersebut diurus ulang atas nama keluarga terdakwa Syahrizal. Ganti rugi ini dilakukan lagi dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Sehingga biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan dana APBD tiap tahunnya beragam. Kerugian negara Rp 38.087.239.600. (rep1)