Riau Raya

Tolak Chevron di Riau, Ratusan Mahasiswa Bakar Ban

PEKANBARU-Ratusan mahasiswa yang berasal dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau menggelar aksi demontrasi ke kantor PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Rumbai, Pekanbaru, Riau, Selasa (7/5). Mereka menuntut nasionalisasi sektor migas dan meminta pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak Blok Siak untuk CPI.

Dalam aksinya, mahasiswa yang menolak kehadiran Chevron di Riau itu, melakukan aksi bakar-bakar ban sebagai bentuk protes dan kekecewaan atas kebijakan pemerintah.

Aksi mahasiswa mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian, awalnya orasi hanya dilaksanakan di luar pintu gerbang, namun setelah massa terus mendorong akhirnya pagar jebol dan mahasiswa pun melanjutkan orasinya di dalam pagar Chevron yang dibangun tinggi sekitar lima meter.

Pada aksinya mahasiswa meminta PT Chevron segera hengkang dan meninggalkan bumi Melayu Riau serta meminta Kementerian ESDM tidak memperpanjang kontrak blok Siak yang akan berakhir November 2013.

Koordinator Lapangan, Yopi Pranoto mengatakan akibat masuknya pemodal asing, terjadi ''penganaktirian'' perusahaan dalam negeri sehingga hasil kekayaan Riau dibawa keluar. ''Hentikan kompetisi bebas, lindungi investasi anak negeri sendiri,'' ujarnya.

Sementara itu, Manajer Komunikasi Chevron Tiva Permata menanggapi aksi mahasiswa, mengatakan bahwa seluruh aset dan fasilitas yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia adalah milik negara. Dalam operasionalnya, Chevron bekerja berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (production sharing contract) dan di bawah pengawasan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku wakil pemerintah Republik Indonesia.

"Chevron merupakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dari pemerintah Indonesia yang diberi tugas untuk mengelola dan mengoperasikan aset-aset negara di sektor industri migas, di antaranya tanah, bangunan, jaringan pipa dan listrik, serta fasilitas lainnya," kata Tiva dalam siaran persnya.

Terkait dengan perpanjangan Blok Siak, Tiva menyatakan bahwa keputusan sepenuhnya berada di tangan pemerintah Indonesia. "Siapa pun yang mengoperasikan blok tersebut nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimum bagi negara dan Provinsi Riau," tegasnya. (rep02)