Politik

Waspada, Dana Bansos Paling Rawan Dimaling Politikus Jelang Pemilu

ilustrasi/net
Jakarta - Pada hari antikorupsi sedunia yang jatuh kemarin, publik kembali diingatkan akan potensi terjadinya penggarongan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti partai politik dan para elitenya menjelang pemilu melakukan konsolidasi untuk mengumpulkan modal politik. APBN merupakan arena yang tidak luput untuk dikonsolidasikan sebagai modal politik dalam kontestasi pemilu. 
 
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan menyebutkan sektor anggaran yang rawan dan rentan dipolitisasi salah satunya adalah bantuan sosial (Bansos).  Hal tersebut didasari pada beberapa proses pemilihan kepala daerah yang mengkonfirmasi bahwa dana bansos kerap digunakan sebagai modal politik untuk pemenangan dalam pemilu.
 
Menjelang pesta demokrasi tahun depan, alokasi dana bansos mulai melonjak tajam. “Dalam APBN 2013 saja ada sekitar Rp 69,5 triliun untuk Bansos, meningkat dibanding 2012 yang hanya sekitar Rp 40 triliun,” kata Abdullah dilansir detikcom, Selasa (10/12/2013).
 
Pada APBN-Perubahan 2013, total dana bansos di 15 kementerian kembali meningkat menjadi Rp 82 triliun. Abdullah melihat dana bansos rentan dipolitisasi sebab pendistribusian ada di masing-masing kementerian, terutama menteri terkait. Dari sisi pemanfaatan, ada kecenderungan dana tersebut digunakan untuk sarana kampanye terselubung oleh menteri atau anggota DPR terkait, dengan menyalurkannya untuk golongan masyarakat yang dianggap punya relasi politik. 
 
“Bansos jenis programnya merupakan program populis, di sinilah letak rawan untuk jadi modal politiknya," ujar Abdullah. "Bansos bisa digunakan untuk membangun popularitas dan juga jadi modal kampanye, apalagi menteri-menteri merupakan pejabat partai dan juga calon kandidat legislatif."
 
Upaya politisasi dana APBN untuk kepentingan dana kampanye secara tegas sebenarnya dilarang dalam UU Pemilu. “Harusnya perlu batasan soal besaran dana bansos, dan yang agak ekstrim, tapi mungkin perlu melakukan moratorium dana bansos saat pemilu,” ujarnya seraya menambahkan dalam hal ini peran Bawaslu penting dituntut aktif mengawasi.
 
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan pihaknya sudah sering meminta kepada Komisi Pemilihan Umum agar segera menyelesaikan peraturan pembatasan dana kampanye. 
 
Menurutnya, persoalan ini masih lemah sehingga sering diselewengkan oleh pelaku korupsi. Sementara, masalah lain seperti laporan keuangan dan penyetoran dana kampanye oleh calon legislator serta partai belum juga dilakukan. “Akan kami terus pantau itu bagaimana transaksi keuangannya,” ujar Yusuf kepada detikcom. 
 
Ia tidak menampik transaksi keuangan menjelang pemilu kian semakin sering dilakukan. Hal ini, menurutnya disebabkan masih lemahnya sistem pengawasan dan tidak adanya sanksi dari penyelenggara Pemilu. 
 
Kalau KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bisa tegas, ia yakin politik uang masih bisa ditekan dan tidak separah seperti sekarang. “Kalau bisa dilakukan, ya saya yakin itu bisa dibenahi,” tegasnya. (rep1)