Korupsi Vaksin Meningitis

Berkas Dua Dokter akan Dilimpah ke PN

 

PEKANBARU - Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru akan melimpahkan berkas dua dokter yang jadi tersangka dalam kasus korupsi dana vaksin meningitis jamaah umroh di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II. Berkas perkara sudah dinyatakan lengkap (P21).
 
Dua tersangka itu yakni Drg Mariane Donse, Kasi Upaya Kesehatan Lintas Wilayah KKP Pekanbaru dan Pejabat Fungsional KKP Pekanbaru, dr Suwigno. "Berkas tersangka sudah memasuki tahap dua dan akan segera disidangkan," ujar Kepala Kejari Pekanbaru, Sumarsono SH melalui Kasi Pidsus Kejari Pekanbaru, Eka Safitra SH, Jumat (4/10/2013).
 
Dikatakan Eka, penanganan kasus ini sempat terhambat karena dua tersangka mengalami gangguan kesehatan. Tersangka Mariane baru selesai melahirkan hingga harus istirahat sedangkan tersangak Suwigno mengalami patah kaki karena kecelakaan. "Mudah-mudahan minggu depan berkas perkaranya sudah kita limpah ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru," tegasnya.
 
Dalam kasus ini, Kejari telah menetapkan Kepala KKP Pekanbaru, Iskandar sebagai tersangka. Iskandar juga telah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru dan divonis 4 tahun penjara.
 
Tindak korupsi ini berawal ketika pada Januari 2011 hingga Desember 2011 dan Januari 2012 sampai Juli 2012. Saat ini, KKP Pekanbaru diberi kewenangan untuk memberikan vaksin meningitis bagi setiap calon jamaah umroh. Untuk mendapatkan vaksin itu, Iskandar meminta jamaah membayarkan dengan harga yang melebihi ketentuan. 
 
Iskandar melalui Kasi Upaya Kesehatan Lintas Wilayah, drg Mariane Donse dan pejabat fungsional dr Suwignyo (terdakwa berkas terpisah) memaksa jamaah umroh untuk membayar dana vaksin antara Rp200 ribu hingga Rp550 ribu. Alasannya, uang vaksin itu sebagai upaya anggaran subsidi silang. Jika vaksin meningitis itu kosong, tidak lagi diberikan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan. 
 
Hal itu ternyata hanya tipu daya Iskandar dan kawan-kawannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, akibat perbuatan tersebut negara dirugikan Rp759.300.000. (rep1)