Riau Raya

Dunia Mengecam, Lindsay Tetap Dihukum Mati

DENPASAR—Meski banyak pihak termasuk Inggris, negeri kelahiran Lindsay June Sandiford, mengecam hukuman mati yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Denpasar kepada wanita berusia 56 tahun tersebut, Pengadilan Tinggi Denpasar atau PT Denpasar tak menghiraukannya.

Pada 2 April lalu, hakim PT Denpasar menolak banding yang diajukan Lindsay dan menguatkan hukuman mati oleh hakim Pengadilan Negeri Denpasar (PN Denpasar). Dalam konferensi pers di PN Denpasar, Rabu (10/4), perwakilan humas PN Denpasar, Amser Simanjuntak, membeberkan pertimbangan putusan PT Denpasar yang tetap menjatuhkan hukuman mati kepada Lindsay.

Alasan yang pertama adalah, secara legalitas, Indonesia masih menerapkan hukuman mati yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Selain itu, UU Narkotika yang dituduhkan kepada Lindsay juga mencakup ancaman hukuman mati. "Secara legalitas dan normatif, penjatuhan hukuman mati tersebut tidak bertentangan dengan sistem hukum Indonesia," ujar Amser.

Alasan kedua, tindakan Lindsay yang sistematis dan teroganisasi dengan melibatkan jaringan narkoba internasional membuatnya layak dijatuhi hukuman mati.

Alasan ketiga, kejahatan Lindsay masuk kategori extra ordinarycrime karena Indonesia sudah menyatakan dalam keadaan darurat kejahatan narkotika.

Adapun alasan terakhir adalah untuk memberikan respons positif kepada masyarakat supaya tidak melakukan kejahatan narkotika. "Ini untuk memberikan multi-efek kepada orang-orang untuk tidak melakukan lagi tentang perbuatan mengimpor narkotika," ungkap Amser.

Seperti diberitakan, Lindsay ditangkap pada bulan Mei tahun lalu oleh aparat Bea Cukai Ngurah Rai setiba dari Bangkok, Thailand, karena di kopernya ditemukan 4,7 kilogram kokain. Dari "kicauan" Lindsay, aparat Bea Cukai yang bekerja sama dengan polisi berhasil membekuk tiga warga Inggris lainnya yang diduga terlibat penyelundupan narkoba tersebut.

Setelah menjalani serangkaian persidangan, Lindsay mendapat vonis paling berat dengan hukuman mati. Sementara itu, tiga terdakwa lainnya, Rachel Lisa Dougall, hanya satu tahun penjara; Paul Beales empat tahun penjara; dan Julian Anthony Ponder enam tahun penjara. (rep01)