Hukum

Wuih, TKW Ini 13 Tahun Hilang di Arab Saudi

Jakarta-Tiga belas tahun lalu, Warni binti Uwas Acing, tenaga kerja wanita asal Karawang, Jawa Barat hanya berniat mengadu nasib ke Arab Saudi. Namun malang, ia tak bisa kembali ke Indonesia.

Warni dinyatakan hilang di Negeri Padang Pasir. Laporan kehilangan disampaikan sang ayah, Desember 2010. Uwas mengadu, ia sudah hilang kontak dengan putrinya sejak lama.

Tatang Budi Razak, Direktur Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Ditjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI mengatakan, pihaknya langsung melakukan pelacakan.

Berbagai jalur digunakan, termasuk melalui Kementerian Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi. Namun, hasilnya nihil. Baru pada 8 April 2014, Warni ditemukan. Ia dan majikannya mendatangi KBRI Riyadh untuk memperbaharui paspor.

“Mengetahui itu, KBRI Riyadh tidak membiarkannya kembali bersama majikan,” kata Tatang di Jakarta, Senin, 14 April 2014. Ia lantas dibantu untuk pulang.

Senin sore, ia tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta bersama empat TKW bermasalah lainnya. Warni kembali berkumpul dengan keluarganya. Senyumnya telah mengembang.

Menurut penuturan Warni, ia dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di Dammam, Provinsi Timur Arab Saudi. Jaraknya hampir 400 kilometer dari Riyadh.

Yang ironis, sejak tahun 2001 Warni tak pernah mendapat gaji. Padahal menurut perjanjian, ia diberi diberi SR600 untuk dua tahun pertama. Selama 11 tahun bekerja, gajinya diturunkan jadi SR500.

“Sejak 5 tahun lalu, saya sudah ingin pulang ke Indonesia. Namun majikan cuma sekadar berjanji. Saya ingin menghubungi keluarga tidak bisa, izinnya susah,” ungkap Warni pada VIVAnews.

Setelah negosiasi panjang dengan KBRI Riyadh, Warni akhirnya mendapatkan seluruh hak gaji sebesar Rp220 juta, visa keluar Arab, dan hak tiket pulang ke Indonesia.

Pemalsuan umur
Diduga, penyebab hilangnya Warni adalah pemalsuan umur saat berangkat menjadi TKW di luar negeri. Saat berangkat ke Arab, usia Warni seharusnya masih 11 tahun. Data dipalsukan oleh agen yang mengirimnya.

Kini, menurut pengakuan  Uwas, putrinya seharusnya berusia 23 tahun. Namun dalam data yang tercantum di paspor bernomor AD 575068, Warni lahir 12 Juni 1971. Artinya, ia berusia 42 tahun.

Di negeri penempatan, Warni juga menjadi “korban” penerapan sistem kafalah (sponsorship). “Dalam sistem kafalah, pemenuhan hak-hak TKW sangat tergantung pada ‘kebaikan’ dan ‘kemurahan hati’ majikan,” kata Tatang.

Sistem itu memang dianut oleh hampir seluruh negara penempatan tenaga kerja di kawasan Timur Tengah. Dengan sistem itu, kekuasaan majikan menjadi mutlak.

Buktinya, majikan bisa menahan paspor milik TKW dan tidak memberikan akses komunikasi yang memadai. “Majikan juga berkuasa memberikan rekomendasi kepada otoritas setempat untuk dapat atau tidak menertibkan exit permit agar TKW dapat pulang ke tanah air,” imbuh Tatang.

Belajar dari kasus Warni, Tatang mengimbau keluarga calon TKI lebih teliti soal pemalsuan data. “Kebanyakan mereka tidak tahu, karena lugu dan mau-mau saja memberi izin,” ujarnya. Ia pun akan memberi pengarahan TKI dan keluarga. (rep05)