Selain Dihukum Bayar Rp1 Miliar

Hakim Usir Yusril Ihza Mahendra dari Rumah

Jakarta-Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Yusril Ihza Mahendra dihukum membayar lebih dari Rp1 miliar karena telah melakukan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
 
Selain itu, Majelis Hakim PN Jaksel yang dipimpin oleh Dahmiwirda juga memerintahkan Yusril mengosongkan rumah di daerah Karang Asem, Kuningan Timur, Jakarta Selatan, yang ditempatinya. Bahkan, majelis menyatakan pengosongan rumah bisa dibantu oleh aparat bila memang diperlukan.
 
“Menyatakan tergugat (Yusril,-red) telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum sejak 16 Desember 2011 karena telah menempati tanah/rumah penggugat secara tidak sah dan tanpa alas hukum, tidak membayar apapun, mengubah bentuk rumah, menyandera sertifikat asli tanah/rumah, menghalang-halangi calon pembeli untuk melihat/membeli rumah penggugat,” demikian bunyi amar putusan PN Jaksel tertanggal 22 Agustus 2014 lalu itu. 
 
Berdasarkan salinan putusan yang diperoleh Hukumonline.com, kasus ini berawal dari 2006. Kala itu, Yusril berencana menempati rumah milik Iqbal Faruqi di daerah Karang Asem, Jakarta Selatan. Iqbal merupakan anak dari sahabat Yusril, pengacara Hidayat Achyar.
 
“Karena perceraian dan pernikahan kedua, Tergugat meminjam rumah penggugat dan berjanji kepada ayah penggugat dalam waktu dekat di tahun 2006 itu juga akan membeli dengan harga pasaran yang wajar. Dan pada Oktober 2006 itu juga, tergugat mulai menguasai rumah penggugat tanpa perjanjian apapun dengan penggugat,” sebut Iqbal dalam gugatannya.
 
Iqbal melanjutkan bahwa Yusril melakukan renovasi-renovasi dan mengubah posisi kamar-kamar, posisi tangga, kamar mandi, kolam ikan, kamar lantai atas dan lain-lain sesuka-sukanya dengan seleranya sendiri sehingga berbeda dengan gambar semula. “Semua itu tanpa seizin penggugat dan tanpa izin (IMB) pemerintah DKI,” sebutnya.
 
Setelah lima tahun menempati rumah itu, Yusril menghubungi ayah Iqbal pada awal 2011 untuk dilakukan jual beli rumah tersebut. Namun, bukan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), melainkan hanya dibuat Perjanjian Pengikatan untuk melakukan Jual Beli (PPJB) di hadapan Notaris Hadijah pada 30 Mei 2011.
 
Kala itu, rencana jual beli rumah cukup rendah dari harga pasaran, yakni sebesar Rp12 Miliar. Padahal, bila menghitung harga pasaran ketika itu, harga rumah mencapai Rp25 miliar hingga Rp28 miliar. Bahkan, harga Rp12 miliar itu pun bisa diangsur. Iqbal menerima kesepakatan itu karena mengaku mengikuti ayahnya yang merupakan sahabat dekat Yusril.
 
Singkat cerita, uang sebesar Rp12 miliar belum juga dibayar oleh Yusril, sehingga PPJB dinyatakan batal demi hukum. Sementara, uang DP pembayaran rumah sebesar Rp3 miliar yang sudah dibayarkan oleh Yusril tidak dikembalikan dan dianggap sebagai ganti rugi atau kompensasi serta sebagai sewa selama 2006 hingga 2011.
 
Upaya Iqbal menjual rumah itu ke pihak lain pun terhambat. Pasalnya, Yusril disebut menghalang-halangi para calon pembeli untuk melihat kondisi rumah. “Padahal sebagai calon pembeli, mereka perlu masuk untuk melihat kondisi dalam rumah,” sebutnya.  
 
Oleh karena itu, Iqbal meminta agar Yusril membayar ganti rugi karena telah menduduki rumah tersebut secara tidak sah sejak periode Desember 2011 hingga gugatan ini didaftarkan pada Januari 2014. Ganti rugi yang diminta sebesar Rp40 juta per hari yang totalnya mencapai Rp30,96 miliar. 
 
Sementara, dalam jawabannya, pihak Yusril menilai gugatan tersebut kabur atau sangat tidak jelas karena telah mencampuradukan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum sekaligus. Selain itu, Yusril juga menilai bahwa gugatan kurang pihak karena ayah penggugat (Hidayat Achyar) seharusnya juga menjadi turut tergugat.
 
Majelis Hakim PN Jaksel akhirnya memenangkan Iqbal dalam kasus ini. Meski begitu, jumlah ganti rugi yang harus dibayar Yusril tak sebesar yang disebutkan dalam gugatan. Majelis menilai nilai yang patut dan layak sebesar Rp1,011 miliar. Majelis menghitung perkiraan sewa rumah per tahun kira-kira sebesar Rp150 juta dikalikan selama empat tahun. Kemudian, ditambah dengan biaya listrik yang menunggak yang tidak dibayar oleh Yusril.
 
BANDING DAN GUGAT BALIK
Kuasa Hukum Iqbal, Ahmad Aril mengatakan bahwa Yusril sudah mengosongkan rumah itu sebelum majelis hakim memutuskan perkara ini. “Sudah dikosongkan. Dia sudah tidak lagi tinggal di situ,” ujar Ahmad kepada Hukumonline.com, Rabu (21/1) lalu.
 
Ahmad mengungkapkan Yusril telah mengajukan banding terhadap perkara ini. Namun, selain mengajukan banding, Yusril justru menggugat balik Iqbal dan ayahnya. “Saya juga bingung mengapa Yusril menggugat balik dengan wanprestasi, mengapa tidak cukup dengan bertarung di tingkat banding?” tuturnya.
 
Dalam sidang gugatan yang diajukan oleh Yusril, pada Rabu (21/1) di PN Jaksel, ada beberapa saksi yang dihadirkan untuk memberikan keterangan. Salah satunya adalah putra kandung Yusril, Yuri Kemal Mahendra. Sementara, kuasa hukum Yusril menolak dimintai komentar usai sidang itu berlangsung. (hukumonline.com/rep05/sib)