Jakarta - Calon Presiden dari koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo tampak bersikap kaku saat menghadiri deklarasi kampanye damai dan berintegritas di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa malam, 3 Juni 2014 lalu. Berdiri di antara Prabowo Subianto, Hatta Rajasa, dan calon wakilnya Muhammad Jusuf Kalla, Jokowi memasang raut muka tegang dan sikap tubuh sempurna.
Kekakuan itu rupanya bukan tanpa alasan. Tim sukses Jokowi - JK, Andi Widjajanto mengatakan, Jokowi bersikap keras untuk menyatakan perlawanannya terhadap kampanye hitam yang terus mendera pasangan ini. "Saya tidak terbiasa basa-basi untuk urusan sepenting pemilu damai dan bermartabat," kata Andi kepada Tempo, Kamis, 5 Juni 2014, menirukan pernyataan Jokowi kepada tim.
Pasangan Joko Widood-Jusuf Kalla terus mendapat serangan kampanye hitam yang diduga dilancarkan pendukung pasangan lawan. Sekretaris Tim Sukses Jokowi, Andi Wijayanto, mengatakan bahwa bahasa tubuh Jokowi yang terlihat keras pada saat deklarasi kampanye damai berkaitan dengan kampanye hitam itu.
"Yang menyebarkan kampanye hitam itu mampu bersandiwara bermanis muka untuk pemilu bermartabat," kata Andi.
Sejak awal Mei lalu, tabloid Obor Rakyat setebal 16 halaman beredar di pesantren-pesantren dan masjid di penjuru pulau Jawa. Tabloid itu, diantaranya menuduh Jokowi sebagai keturunan Cina dan ingin melakukan deislamisasi.
Tak hanya tabloid, jauh sebelum itu selebaran dan pesan berantai tentang Jokowi beragama non-islam, Jokowi memiliki nama Herbertus dan Jokowi RIP (Rest in Peace) beredar melalui media sosial. Tim sukses Jokowi - JK dari Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Ja'far mengatakan pesan-pesan serupa juga menyebar ke pesantren-pesantren melalui pesan pendek berantai. "Pesan itu sudah cukup lama beredar," katanya.
Tim kuasa hukum Jokowi - JK lantas melaporkan tindakan kampanye hitam ke Badan Pengawas Pemilu, kemarin. Tim juga melaporkan redaksi Obor Rakyat ke Mabes Polri. Tim hukum Sirra Prayuna mengatakan konten di dalam tabloid Obor Rakyat lebih banyak mengandung kebohongan dan penistaan.
"Dampak dari konten yang menistakan itu adalah terdegradasinya persepsi masyarakat terhadap posisi Jokowi sebagai calon presiden," kata putra tokoh senior PDI Perjuangan Theo Sjafei ini. Tim juga khawatir jika persebaran tabloid ini akan memicu keresahan yang berujung ke konflik horizontal di daerah-daerah basis masa islam. (rep01/tpc)