Parlemen

DPR Diminta tak Intervensi Kasus Azlaini Agus

Azlaini Agus

JAKARTA - Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Danang Girindrawardana, berharap komisi II DPR tidak melakukan intervensi Majelis Kehormatan terkait hasil pemeriksaan Azlaini Agus oleh majelis etik Ombudsman atas kasus penamparan karyawan PT Gapura Angkasa Yana Novia di Bandara Sultan Syarif Kasim II beberapa waktu lalu. Pasalnya, ORI akan melaporkan hasilnya, Jumat (29/11/2013) lusa.

"Kita belum tahu bagaimana sikap komisi II DPR dalam kasus Azlaini Agus ini, apakah akan mendukung Ombudsman melaksanakan sidang etik atau tidak. Siapapun tak boleh intervensi termasuk Ketua Ombudsman, “ kata Danang Girindrawardana di Jakarta, Selasa (26/11/2013).

Majelis Etik atau Majelis Kehormatan dibentuk menyusul dugaan terjadinya aksi penamparan yang dilakukan Wakil Ketua ORI Hj Azlaini Agus terhadap karyawan PT Gapura Angkasa Yana Novia di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Senin (28/10) pagi.

Mejelis Etik Ombudsman bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap dugaan terjadinya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Azlaini Agus berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan ORI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman yang efektif bekerja mulai tanggal 1 November 2013.

Perbuatan Azlaini ini diduga melanggar kode etik yang tercantum dalam pasal 14 Peraturan Ombudsman Nomor 7 tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman. Apalagi, ia adalah seorang Wakil Ketua ORI. Perbuatan Azlaini ini juga bertentangan dengan kewibawaan lembaga Ombudsman.

ORI tidak memberikan penugasan kepada Azlaini terkait tugas-tugas ORI terhitung sejak keputusan rapat pleno Selasa (29/10/2013) malam, hingga keluarnya rapat pleno yang menentukan keputusan lain dengan mempertimbangkan bahwa terkait dugaan pelanggaran kode etik dan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Azlaini Agus merupakan hal penting dan stategis sesuai ketentuan Pasal 14 Peraturan Ombudsman Nomor 7 Tahun 2011 tentang kode etik Ombudsman.

Ditegaskan Danang, Majelis Kehormatan harus ditempatkan sebagai majelis tertinggi dalam pemeriksan kode etik. Hal itu juga terjadi di lembaga tinggi negara MK saat kasus Akil Mochtar dan Majelis Kehormatan KPK ketika sprindik bocor. “Administrasi di ORI sama dengan administrasi di KPK. Kalau KPK melihat perilaku korupsi, ORI melihat mal adiministrasi. Karenanya ORI tidak mentolerir sedikitpun mal administrasi yang dilakukan insan ORI," ujarnya. (rep1)