Hukum

Konflik PT TPP dan Warga Terkesan Dicueki Polres Inhu

ilustrasi

 

PEKANBARU - Polres Indragiri Hulu (Inhu) dituding melakukan pembiaran atas konflik karyawan PT Tunggal Perkasa Plantation (PT TPP) dengan sekelompok warga Pasir Penyu. Pasalnya, laporan 4 karyawan korban penyanderaan dan penganiayaan yang dilakukan oknum warga sejak Juli 2013 lalu hingga kini tak kunjung direspon oleh Polres Inhu.
 
Hal tersebut diungkapkan Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT TPP, Heber D Lubis, Minggu (27/10/2013) di Pekanbaru. 
 
Menurutnya, situasi sulit dialami ribuan karyawan PT TPP dalam enam bulan terakhir ini. Adanya aksi sekelompok oknum warga yang menduduki lahan wilayah kerta PT TPP membuat aktifitas karyawan tidak sepenuhnya normal.
 
Karyawan menurut Heber yang saat itu didampingi Korwil SPSI PUK PT TPP, Syahrial mengalami intimidasi, penyanderaan, hingga penganiayaan. Penyanderaan dialami Angga Permana, Setiawan dan Suhadi pada 18 Juli 2013 lalu. Selanjutnya, dalam waktu yang tak terlalu lama, Ngatimin seorang karyawan panen dibacok oleh oknum warga. 
 
"Sudah empat bulan kasus ini belum mengalami kejelasan. Padahal sudah kita laporkan ke Polres Inhu. Kami meminta kejelasan dari Polres Inhu terkait hal ini. Para pelaku harus ditangkap dan ditindak  sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena prinsip kami, karyawan TPP tidak cari perang, tapi cuma cari makan. Lagian, karyawan PT TPP kan warga Inhu juga. Berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Enam bulan ini hidup kami tidak tenang," kata Heber.
 
Sementara itu, kuasa hukum korban penyanderaan dan penganiayaan, Iwan Sumiarsa SH dan rekan menjelaskan, bukti adanya tindakan penganiayaan dan penyanderaan sudah lengkap. Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi kepolisian dan Polres Inhu untuk tidak melakukan penindakan. 
 
"Ini sudah lengkap. Tapi mengapa proses hukumnya macet. Padahal kalau ditinjau unsur-unsur tindak pidana yang dilaporkan korban sudah terpenuhi sesuai pasal yang didugakan, bahkan alat buktinya pun sudah cukup sesuai dengan pasal 184 KUHP," ungkap Iwan.   
 
Iwan menyebutkan, sikap pembiaran aparat kepolisian juga terjadi pada aksi penjarahan atau pencurian TBS yang dilakukan oleh oknum warga. Setiap hari rata-rata TBS yang dijarah mencapai 15 sampai 20 truk. Pada 25 Oktober 2013 lalu polisi kembali melakukan pembiaran terhadap aksi anarkis oknum warga yang melakukan penebangan pohon sawit di Desa Jati Rejo Afdeling K dan L. 
 
"Kami menyayangkan kejadian itu. Kenapa karyawan perusahaan yang mau bekerja untuk memanen dan membersihkan lahan dilarang polisi. Sementara oknum warga yang saat itu berjumlah 150 orang yang jelas-jelas membawa senjata tajam dan sepan angin seenaknya masuk ke areal perkebunan dan melakukan penebangan pohon sawit dibiarkan. Saya merasa aparat kepolisian tidak bersikap netral dan profesional dalam hal ini," tegas Iwan. 
 
Berangkat dari kondisi yang ada ini, maka menurut Iwan, dalam minggu ini pihaknya akan mendatangi Polda Riau melaporkan sikap tak adil Polres Inhu. Dan tak menutup kemungkinan hal ini juga akan dilaporkan ke Mabes Polri minta agar kasus ini dilimpahkan saja penyelesainnya ke Polda Riau dan Mabes Polri.
 
Kapolres Inhu, AKBP Aris Prasetio Indaryanto ketika dicoba dihubungi melalui ponselnya tidak aktif sedangkan Kasat Intel Polres Inhu, AKP Syafriadi menyebutkan konflik PT TPP dan warga bukan wilayahnya. "Oh itu bukan wilayah saya. Coba tanya ke Kasat Reskrim," ungkap Syafriadi. (rep1)