Mangkir dari Panggilan KPK, ini Alasan Budi Gunawan
JAKARTA - Razman Nasution selaku kuasa hukum Komjen Pol Budi Gunawan menegaskan kliennya tidak akan memenuhi panggilan pertama dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebab belum menerima surat pemberitahuan resmi statusnya sebagai tersangka.
"Yang ada baru pemberitahuan dari media. Itu 'enggak' punya kekuatan hukum," kata Razman di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (30/1). Keputusan tersebut diambil karena belum menerima surat pemberitahuan resmi dari KPK yang menyatakan bahwa BG telah dijadikan sebagai tersangka.
Padahal, KPK rencananya akan memeriksa BG pada Jumat ini sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan.
Dengan tidak adanya pemberitahuan resmi terkait penetapan tersangka, maka menurut dia KPK telah melanggar etika dalam prosedur administrasi. Selain itu, ia juga menilai janggal pengiriman surat panggilan pemeriksaan.
Surat panggilan pemeriksaan yang diterima oleh kliennya pada Senin (26/1) itu dinilainya tidak memenuhi prosedur standar operasi. Kepada awak media pihaknya memperlihatkan lembaran surat pemanggilan pemeriksaan dengan bagian penerima dan pengirim yang kosong.
"Idealnya bagian serah terimanya diisi dan dipotong sehingga terlihat siapa penerima, siapa yang memberikan. Saya tanya pembantu rumah tangga, staf ajudan, surat dapat darimana, mereka hanya bilang itu (surat) diantar dan pengantarnya langsung pergi," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa kliennya akan menjalani praperadilan terlebih dulu. "Kami masih akan menjalani praperadilan. Sampai putusan praperadilan, kami tidak akan memenuhi panggilan KPK," kata dia.
Kalemdikpol Komjen Pol Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya. (rep01/rol)
Tulis Komentar