Hukum

Soal Kebijakan Grasi, KPK: Koruptor dan Maling Ayam Jelas Beda

Jakarta-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan sikap pemerintah yang memperlunak aturan pemberian remisi bagi koruptor. KPK menganggap ini tak mendukung upaya dan perjuangan antikorupsi yang selama ini telah dibangun dengan baik.
 
Pelaksana tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP menegaskan bahwa lembaganya menghormati penuh kewenangan Kementerian Hukum dan HAM terkait remisi koruptor yang menjadi narapidana. Namun menurutnya, hal ini bisa menjadi bukti bahwa pemberantasan korupsi mulai diperlunak oleh pemerintah.
 
Johan menyampaikan hal itu terkait wacana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan TAta Cara Pelaksanaan Hak NArapidana. Johan menilai Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly salah mengerti sikap KPK.
 
"Ini ada miskomunikasi. Bagi KPK, remisi itu domainnya dari Kemenkum HAM, begitu juga saat jadi narapidana. Tapi, dalam PP, ada mekanisme KPK diminta rekomendasi. Apakah orang itu justice collaborator (membantu pengungkapan kasus korupsi, red) atau pelaku utama," kata Johan kepada wartawan, Rabu (18/3).
 
Johan mengaku belum tahu ketentuan dalam PP 99/2012 yang akan direvisi. Namun, dia memastikan bahwa KPK tidak keberatan jika ketentuan tentang rekomendasi itu dihapuskan.
 
Menurutnya, KPK hanya akan keberatan jika revisi bertujuan untuk memperingan syarat remisi untuk koruptor. Eks juru bicara KPK ini menegaskan bahwa perlakuan terhadap koruptor tidak boleh disamakan dengan pelaku kriminal lainnya.
 
"Kalau maksud menkumham (merevisi) agar semua narapidana mendapat remisi, menurut saya kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena korupsi itu extraordinary crime (kejahatan luar biasa, red), sehingga harus diperketat, jangan disamakan dengan maling ayam," pungkasnya. (rep05)