Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik pejabat negara yang menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye. Termasuk, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menggunakan fasilitas negara ketika berkampanye di Lampung, Rabu (26/3).
“Ini efek presiden aktif di parpol, apalagi ketum. Menjadi tidak etis dan sulit membedakan mana fasilitas negara dengan yang bukan,” ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Kamis (27/3). Menurut dia, seharusnya pejabat negara lebih memperhatikan permasalahan nasional ketimbang berkampanye.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja juga mengingatkan adanya aturan yang melarang penggunaan fasilitas negara ketika berkampanye. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pun sudah mewanti-wanti. "Itu tentu saja sebenarnya mungkin mereka sudah tahu. Itu tidak dibenarkan aturan yang ada," kata dia.
KPU memastikan, pesawat kepresidenan tidak termasuk dalam fasilitas yang melekat bagi presiden saat kampanye. Fasilitas yang melekat untuk pejabat negara hanya pengamanan. “Pengamanan adalah orangnya, tenaganya, dan tidak termasuk transportasi, seperti pesawat atau mobil dinas,” ujar Komisioner KPU Sigit Pamungkas.
Menurut Sigit, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 87 disebutkan pejabat negara dilarang menggunakan fasilitas negara dalam berkampanye. Fasilitas yang boleh digunakan hanya pengamanan terhadap pejabat yang bersangkutan.
Berbeda dengan KPU, Bawaslu menilai penggunaan pesawat oleh SBY dengan pembiayaan negara merupakan hak protokoler sebagai presiden. “Penggunaan pesawat ke lokasi kampanye oleh SBY tidak dapat dikategorikan sebagai penggunaan fasilitas negara," kata Ketua Bawaslu, Muhammad.
Berdasarkan undang-undang tentang pejabat negara, lanjut Muhammad, terdapat dua hal yang melekat pada seorang presiden, yakni hak protokoler dan pengamanan. Karenanya, Bawaslu tidak dapat menjerat SBY dengan pidana pemilu karena menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan partai. (Rep01)