Nasional

Seharusnya Merdeka Itu Memperbaiki Nasib Rakyat

JAKARTA- Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menginjak usia ke-69. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk membawa bangsa ini ke arah yang jauh lebih baik.
 
"Yang hilang sekarang itu kejujuran, yang tampil keserakahan. Buktinya, orang bergaji Rp300 juta saja masih korupsi. Dan catatan lainnya negeri merdeka ini masih banyak orang miskin. Padahal, kalau orang merdeka itu seharusnya memperbaiki nasib," ujar sejarawan, Anhar Gonggong, Sabtu (16/8/2014) malam.
 
Anhar menjelaskan, perubahan nasib itu belum dapat dirasakan lantaran uang untuk perbaikan nasib si miskin, dikorup oleh para petinggi negeri yang haus akan kekayaan.
 
"Karena banyak yang korupsi uang untuk memperbaiki kemiskinan tidak ada. Korupsi itu belum bisa diberantas dengan baik, tapi untung sekarang sudah ada KPK," terangnya.
 
Era perjuangan dulu, kata Anhar, para pahlawan berjuang dengan jujur. Tidak mencari harta benda dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. 
 
"Sekarang pejabatnya rakus. Seperti yang sekarang ini. Kemudian, pilpres menurut saya yang terbaik. Tapi, pilpresnya yang terbaik, kok masih dipersoalkan, kita ini kan masih bermental veodal," sambungnya.
 
Selain masalah kejujuran, hal yang yang perlu diperbaiki adalah masalah birokrasi, terutama yang menyangkut pendidikan sebagai dasar keilmuan bagi generasi penerus bangsa.
 
"Dalam kosntitusi ditentukan 20 persen dari anggaran. Di DKI, guru SD gajinya mencapai Rp7 juta. Nah, gaji yang ada sudah tinggi. Hasil produk pendidikannya apa masih ada yang bagus? Diantara negara ASEAN saja, kita yang paling jelek pendidikannya. Padahal, gaji gurunya sudah diperbaiki, sudah tinggi," paparnya.
 
"Pertanyaanya kalau begitu apa hubungan perbaikan kualifikasi dan kualitas pendidikan dengan gaji guru yang sudah naik. gurunya lari ke mal saja, bukan beli buku," lanjutnya.
 
Seorang guru, sambungnya, adalah sosok yang digugu dan ditiru. Maka, sudah menjadi kewajibannya untuk memberikan tauladan yang baik pada anak didiknya. 
 
"Coba dilakukan survei pada guru, berapa guru yang masih membeli buku setiap bulan dan berapa buku yang dibeli setiap bulannya? Ketika saya masih menjadi guru, saya sediakan Rp300 ribu per bulan untuk beli buku. Bagaimana mau digugu kalau kesehariannya saja masih sering ke mal," tuntas Anhar.(rep05)