Penyidik Telah Periksa 14 Saksi

Pekan Depan Giliran Marwan Diperiksa Polda Riau

PEKANBARU - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Riau telah memeriksa 14 saksi terkait keterlibatan Wakil Bupati Pelalawan, H Marwan Ibrahim dalam dugaan korupsi pengadaan lahan Bhakti Praja. Dijadwalkan, Marwan diperiksa penyidik pekan depan.

Kasubdit III Direskrimsus Polda Riau, M Yusuf melalui Kanit I, Kompol  Yanuar Ari  SIK mengatakan, Jumat (26/10/2013) lalu, penyidik telah memeriksa dua saksi dari Tim Sembilan berinisial AY dan AZ. 
 
"Besok (Selasa, hari ini), kita kembali periksa tiga saksi lagi. Kemungkinan pekan depan bersangkutan (Marwan) diperiksa," ujar Yanuar pada wartawan.
 
Dalam kasus ini, kata Yuniar, pihaknya tidak berhenti pada Marwan saja. Penyidik masih membidik sejumlah pejabat dan mantan pejabat yang diduga terlibat dalam pengadaan lahan tersebut, termasuk keterlibatan mantan Bupati, T Azmun Jaafar.
 
Marwan ditetapkan karena diduga menikmati hasil penjualan lahan sebesar Rp1,5 miliar. Saat kasus terjadi, Marwan menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pelalawan. Sebelum Marwan, penyidik juga menetapkan mantan Sekda, T Kasroen dan PPTK, Rachmat sebagai tersangka.
 
Kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp38 miliar berawal dari tahun 202 hingga 2011 silam. Di tahun 2002, Pemkab Pelalawan berencana membangun gedung perkantoran pemerintahan dengan nama Gedung Bhakti Praja.
 
Untuk pembangunan ini, Pemkab Pelalawan membeli lahan kebun kelapa sawit milik PT Khatulistiwa Argo Bina di RT 1 RW 2 Dusun I Harapan Sekijang seluas 110 hektare (Ha). Harganya Rp20 juta per hektar.
Pada bulan Maret 2002, Tengku Azmun Jaafar bersama terdakwa Syahrizal Hamid bertemu dengan David Chandra, pemilik lahan di Hotel Sahid, Jakarta. Disepakati harga , pembelian lahan. 
 
Selanjutnya, David Chandra menyerahkan surat tanah berupa fotocopy atas nama masyarakat sebanyak 57 set. Kemudian Tengku Azmun Jaafar memerintahkan terdakwa Lahmudin untuk menyerahkan dana uang muka pembelian tanah kepada Syahrizal sebesar Rp 500 juta dan Marwan Ibrahim menyetujuinya. Dana tersebut dianggarkan di APBD 2002.
 
Permasalahan timbul karena lahan yang telah dibebaskan tahun 2002 dan telah diganti rugi dibebaskan lagi oleh Pemkab Pelalawan. 
Lahan tersebut diurus ulang atas nama keluarga terdakwa Syahrizal. Ganti rugi ini dilakukan lagi dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Sehingga biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan dana APBD tiap tahunnya beragam.
 
Dalam kasus ini, empat tersangka telah disidang yakni Lahmudin alias Atta selaku mantan Kadispenda Pelalawan. Syahrizal Hamid selaku mantan Kepala BPN Pelalawan. Al Azmi selaku Kabid BPN di Pelalawan, dan Tengku Alfian Helmi selaku staff BPN Pelalawan. (rep1)