Sertifikat SVLK akan Lindungi Produk Dalam Negeri
Pekanbaru-Asosiasi Pulp and Kertas Indonesia (APKI) meminta pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan produk pulp dan kertas impor menggunakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), sebagai bentuk proteksi produk industri lokal dan untuk mempromosikan sertifikasi tersebut ke dunia internasional.
"Kita seharusnya percaya diri dengan produk yang kita punya. Seharusnya penerapkan SVLK harus diterapkan juga ke produk impor yang masuk, agar upaya memperkenalkannya ke pasar internasional juga lebih cepat," kata Wakil Ketua Umum II Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan pada Rakernas Kadin di Pekanbaru, Selasa (17/9).
Pemerintah kini gencar mempromosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ke luar negeri sebagai jaminan kemanan produk industri kehutanan yang ramah lingkungan.
"Produk pulp dan kertas Indonesia berpotensi berkembang dan menjadi ancaman bagi industri asing yang mulai menyiasatinya melalui hambatan non-tarif berupa FSC. Tanpa FSC, produk nasional tidak diterima pasar internasional, sedangkan perusahaan asing berbekal sertifikat itu makin gencar mengimpor ke Indonesia," katanya.
Selain itu, LSM asing kerap menggunakan kampanye negatif ketidakmampuan perusahaan nasional menerapkan FSC sebagai bentuk produk yang dihasilkan mereka tidak ramah lingkungan. "Saat kondisi resesi ekonomi sekarang, produk kertas dan tisu dari Taiwan, Jepang, dan Cina makin gencar masuk ke Indonesia karena kita menerapkan harmonisasi tarif 0 persen bea masuk impor," ujarnya.
Dijelaskannya, produk nasional untuk masuk ke negara asing makin sulit karena hambatan nontarif. Belum lagi, kebijakan negara seperti di Cina merapkan tarif impor untuk produk pulp dan kertas totalnya mencapai 16 persen.
Dengan mewajibkan produk impor menerapkan SVLK, komoditas nasional juga bisa lebih bersaing didalam negeri. "Selain itu, negara juga tidak dirugikan karena defisit neraca perdagangan bisa dikurangi karena impor bisa ditekan," ujarnya. (rep05)
Tulis Komentar