SBY Isyaratkan BBM akan Naik
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan saat ini pemerintah masih melakukan finalisasi kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM). SBY pun memberikan sinyal akan menaikkan harga BBM.
"Goal kami adalah menurunkan subsidi," kata SBY saat membuka Musyawarah Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (8/4).
Dalam mengurangi subsidi, menaikkan harga BBM diakui presiden sebagai salah satu pilihan. Hanya saja, katanya, yang masih harus dipikirkan adalah apakah kenaikan BBM itu berlaku global atau hanya berlaku bagi kalangan tertentu yang cukup mampu dan tidak memerlukan subsidi. "Poin saya adalah orang miskin harus dilindungi, tapi makroekonomi dan fiskal kita sehat," ujar dia.
Selain itu, presiden menyatakan, jika setelah dihitung dengan saksama ternyata harga BBM harus dinaikkan dan rakyat tidak mampu terpukul akibat itu, mereka harus mendapat kompensasi. "Bagi saya, memberi kompensasi kepada rakyat miskin manakala BBM naik itu harga mati," kata presiden.
Kompensasi itu termasuk dalam pemberian bantuan langsung tunai (BLT), kebijakan yang dirancangnya bersama wakilnya dulu, Jusuf Kalla. Menanggapi kritik bahwa pemberian BLT punya sisi politis yang menguntungkan partai politik tertentu, SBY memiliki jawaban sendiri. "Begini saja, kalau (suatu saat) kita beri BLT, kita kibarkan bendera semua parpol di situ," katanya seperti dilansir tempo.co.
Hal itu penting, menurut SBY, untuk menunjukkan kebersamaan. "Tapi kalau ada gelombang politik (setelah kenaikan harga BBM), jangan ada yang balik kanan," imbuhnya.
Dia juga menyampaikan pengalamannya saat tiga kali menaikkan harga BBM pada 2005 dan 2008. Saat itu, ia mengatakan, harga-harga melambung tinggi, cost production juga naik, tapi kenaikannya ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan komponen BBM.
Begitu tingginya kenaikan harga barang saat itu, terutama pada 2005 saat harga BBM dinaikkan dua kali, SBY mengatakan angka kemiskinan sampai naik tiga persen. Kenaikan sejumlah itu, menurutnya, baru bisa diturunkan kembali setelah tiga sampai empat tahun.
Penurunan itu pun tidak serta merta terjadi saat pemerintah menurunkan harga BBM pada 2008 sebanyak tiga kali. Jangankan menurunkan angka kemiskinan, harga barang pun tak ikut turun seperti harapannya saat itu.
Pemerintah saat ini pun tengah mengkaji beberapa opsi untuk menekan subsidi BBM yang saat ini jumlahnya Rp193,8 triliun. Target penghematan yang ingin dicapai hingga berkurang Rp80 triliun.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah sedang menghitung-hitung opsi kebijakan apa yang akan diambil. "(Target penghematan) paling tidak Rp50 triliun-Rp80 triliun," cetus Hatta.
Pemerintah, ujar Hatta, sedang menghitung opsi kebijakan yang memiliki dampak sosial ekonomi paling rendah, serta tidak menimbulkan guncangan pada masyarakat. "Ini sedang kita hitung opsinya. Kalau ini seperti apa. Sudah sampai detil. Intinya supaya impact-nya kepada sosial ekonominya rendah. Tidak menimbulkan shock atau guncangan. Ini penting. Ini harus ada sosial protection. Dananya itu diberikan untuk mengurangi kemiskinan," tutur Hatta.
Adapun beberapa pilihan kebijakan yang sedang dibahas oleh pemerintah terkait BBM subsidi adalah melarang mobil pribadi menggunakan BBM subsidi, lalu menaikkan harga BBM subsidi dan menjual produk varian BBM baru yaitu premix (RON 90) dengan harga Rp7.000 per liter.
Pihak PT Pertamina (Persero) merespons positif dan siap merealisasikan usulan RON 90. "Pertamina siap jika disuruh menyediakan Premium Plus atau Premix RON 90," ujar Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya.
Dikatakan Hanung, Pertamina bisa menyediakan Premix dalam waktu tiga bulan setelah pemerintah meminta. "Tiga bulan kita sudah siap pasarkan, baik warna, dispenser, pendistribusiannya, selain itu kita juga perlu tambahan impor BBM terutama tambahan komponen oktan tinggi khusus RON 90," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi meminta agar pemerintah mengurangi subsidi BBM. Pasalnya, subsidi energi tersebut dinilai telah berdampak buruk bagi perekonomian negara. "Trade (neraca perdagangan) kita defisit, kurs terganggu, dan devisa kita terus merosot," ujarnya.
Sofjan mengungkapkan, pengusaha turut merasakan gangguan akibat besarnya subsidi ini. Hal ini terlihat dari makin besarnya risiko kegiatan ekspor-impor akibat bergejolaknya nilai tukar rupiah tersebut. "Harga BBM perlu secepatnya Bapak naikkan," katanya di depan Presiden SBY.
Selain soal pengurangan subsidi BBM, Sofjan mengungkapkan pentingnya stabilitas politik menjelang Pemilihan Umum 2014. Pemerintah, kata dia, tetap harus menyisihkan waktu untuk mengurus ekonomi, meski tahun ini adalah tahun politik. Pertumbuhan ekonomi memerlukan stabilitas politik, hukum dan keamanan. "Kami membutuhkan batuan Bapak Presiden agar bisa tetap berinvestasi," tuturnya.
Pernyataan tersebut muncul karena gangguan di bidang politik dan keamanan juga sering dihadapi oleh para pengusaha, tak hanya di tingkat pusat, tapi juga di daerah. Di sektor ketenagakerjaan, Sofjan mempermasalahkan banyaknya serikat kerja yang harus dihadapi oleh para pengusaha. Saat ini, ia mengatakan, secara nasional ada 92 serikat kerja, sementara secara regional jumlahnya mencapai hampir 5.000.
Hal tersebut dinilainya menyusahkan proses diskusi, termasuk soal upah. Apalagi ada serikat yang dinilainya ditunggangi pihak-pihak tertentu seperti partai politik atau lembaga swadaya masyarakat yang tak sungguh-sungguh berjuang untuk masalah ketenagakerjaan.
"Kami tak tahu harus bicara dengan yang mana. Kami minta Kemenakertrans memverifikasi mana serikat kerja yang memang sungguh-sungguh bekerja," kata Sofjan. (rep01)
Tulis Komentar