Hukum

Baitul Muslimin: Polwan Berjilbab Dijamin UUD 1945

JAKARTA -- Keinginan sebagian polisi wanita (polwan) muslimah untuk mengenakan jilbab saat bertugas terus mendapat dukungan dari berbagai elemen di tanah air.
 
“Saya kira Polri perlu membuat aturan yang profesional dan proporsional. Aturan itu tidak hanya baik, tapi juga tidak bertentangan dengan UUD 1945 sebagai tingkatan hukum tertinggi,” ujar Faozan Amar, ketua PP Baitul Muslimin Indonesia., seperti dilansir Republika.co.id.
 
Menurut Faozan, memakai jilbab bagi polwan muslimah merupakan hak asasi manusia yangdijamin oleh UUD 1945. Apalagi, kata dia, bagi seorang muslimah, menutup aurat dengan memakai jilbab merupakan kewajiban dalam menjalankan ajaran agama.
 
"Saya kira berjilbab tidak akan mengganggu tugas dan profesionalitas pekerjaan polwan, apalagi itu bagian dari kesadaran dalam menjalankan ajaran agama,'' ungkap dosen Studi Islam UHAMKA itu.
 
Terlebih, papar dia, Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaan dan keyakinannya. 
 
Jika hukum tertinggi sudah tegas mengatakan adanya jaminan bagi warga Negara untuk menjalankan ajaran agamanya, kata dia, tentu sulit mencari rasionalitas terhadap larangan berjilbab bagi polwan.
 
"Kalau karena alasan profesionalitas, banyak tentara dan polisi seperti di Malaysia memakai jilbab, dan mereka tetap bisa berprestasi. Jika di Nanggroe Aceh Darussalam saja bisa, kenapa di daerah lain tidak?'' tegasnya.
 
Pihaknya berharap peraturan terkait seragam di Polri yang termuat dalam Keputusan Kapolri no pol: Skep/702/IX/2005 segera ditinjau ulang. 
 
Menurut dia, walaupun tidak disebutkan soal larangan mengenakan jilbab, ditegaskan bahwa polisi yang melanggar peraturan seragam yang sudah ditentukan bisa dikenai sanksi. 
 
“Sekarang era reformasi, masa membuat aturan yang bertentangan dengan UUD 1945, gagal faham saya,” cetus Faozan Amar.(rep03)