Nasional

Suzuki Bakal Jual Lagi Mobil Murah

Jakarta-PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) akan semakin meramaikan persaingan di industri otomotif Indonesia, terutama segmen menengah bawah. Pabrikan berpusat di Jepang itu sedang menyiapkan satu produk lagi mobil murah ramah lingkungan (LCGC) berjenis kendaraan keluarga (multipurpose vehicle/ MPV) dalam rangka memerkuat strategi meningkatkan porsi di kendaraan penumpang (passenger car).
 
PT SIS beberapa tahun belakangan ini memang tidak terlalu banyak meluncurkan produk untuk kendaraan niaga. Sebaliknya, di passenger car, produsen berlogo huruf S itu terus mengisi berbagai segmen yang ada. "Ya kita terus memerkuat di passenger car sebagai bagian dari strategi bisnis kami saat ini," kata Direktur Marketing SIS, Makmur, akhir pekan kemarin.
 
Setelah Suzuki Karimun Wagon R AGS (Auto Gear Shift) diperkenalkan untuk menambah kekuatan di pasar low cost green car (LCGC), SIS sedang menuntaskan rancangan satu jenis kendaraan MPV yang rencananya akan masuk pasar kendaraan hemat bahan bakar dan ramah lingkungan itu juga. Namun Makmur enggan mengungkap kapan detilnya mobil itu akan siap dipasarkan. 
 
"Doakan saja lah. Segera. Bukan hal gampang lho bikin MPV di kelas LCGC. Sebab ada aturan dari pemerintah terkait detilnya. Dimensinya, radius putarnya, dan itu butuh perhitungan matang supaya konsumsi bahan bakarnya juga tetap memenuhi ketentuan," ungkapnya.
 
Makmur mengatakan kebutuhan alias pasar di segmen itu cukup tinggi. Namun juga harus tetap hati-hati seiring mulai tipisnya jarak harga antar produsen dan antar segmen. Ditambah lagi konsumen di Indonesia mulai kritis dan sensitif terhadap selisih harga dan fitur di kendaraan yang ditawarkan.
 
"Sekarang produk semakin banyak dan perbedaan harga semakin mepet. Dalam situasi seperti ini konsumen diuntungkan. Tapi konsumen juga semakin pintar. Mereka tahu lah sebenarnya mobil satu merek dengan merek lain kan relatif sama. Maka harga menjadi penting," ulasnya.
 
India, kata dia, kondisi yang sudah mulai terjadi di Indonesia seperti itu telah terjadi sejak beberapa tahun belakangan ini. "Di sana, beda Rp10 juta saja konsumen tidak mau. Nah di Indonesia bisa jadi sama. Tapi ini masih butuh studi khusus terlebih dahulu," imbuhnya. (rep05)