Jakarta-Janji Presiden SBY untuk menolak UU Pilkada yang disahkan DPR RI beberapa hari lalu, ternyata dibuktikan. Pada Kamis (2/10/2014) malam, Presiden SBY menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait pemilihan kepala daerah.
"(Pertama, saya tanda tangani) Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota," kata Presiden. Perppu ini, Presiden menekankan, sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.
"Sebagai konsekuensi (penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2014) dan untuk memberikan kepastian hukum, saya terbitkan juga Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," sebut Presiden. Inti perppu ini, lanjut Presiden, adalah menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.
Presiden menyatakan, penerbitan kedua perppu ini merupakan bentuk perjuangannya bersama rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung.
"Seperti saya sampaikan dalam banyak kesempatan, saya dukung pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan mendasar," ujar dia.
Dalam pidato yang disiarkan langsung di salah satu televisi swasta itu, Presiden menyatakan menghormati keputusan DPR soal UU Pilkada. "(Namun), izinkan saya berikhtiar untuk tegaknya demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat," ujar dia.
Presiden pun menyatakan pilkada langsung adalah buah dari perjuangan reformasi. "Saya jadi Presiden melalui pemilu langsung oleh rakyat pada 2004 dan 2009," ujar dia.
Persetujuan DPR
Setelah perppu diterbitkan, pemerintah akan mengajukannya kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dalam jangka waktu 30 hari. Apabila diterima, maka secara otomatis UU Pilkada diubah sesuai dengan isi perppu. Namun, apabila ditolak, maka perppu dianggap gugur, dan isi UU Pilkada tetap digunakan.
Sebelumnya, Presiden SBY, yang juga Ketua Umum DPP Demokrat, menuai kecaman setelah fraksi partainya memilih walk out dari sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada pada 26 September lalu. Langkah politik Demokrat dianggap sebagai sikap antidemokrasi. Kekecewaan publik dilayangkan melalui media sosial Twitter dengan langsung ditujukan ke akun pribadi SBY.
Merespons reaksi publik, Presiden SBY mengaku kecewa dengan keputusan DPR yang meloloskan bahwa pilkada dilaksanakan oleh DPRD. Awalnya, Presiden ingin menggugat ke Mahkamah Konstitusi, tetapi dibatalkan setelah berkonsultasi dengan Ketua MK Hamdan Zoelva. (rep05)