Jakarta - Tindakan Prabowo Subianto yang menculik aktivis prodemokrasi dan sering mengendalikan pasukan tanpa izin atasan ternyata membuat gerah Dewan Kehormatan Perwira. Dalam surat keputusan bernomor KEP/03/VIII/1998/DKP yang diterbitkan Dewan Kehormatan Perwira pada 21 Agustus 1998, Prabowo dicap sebagai orang yang mencoreng noda di satuan militer dan negara.
"Tindakan-tindakan tersebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI AD, ABRI (sekarang TNI), bangsa dan negara," ujar DKP dalam surat keputusan tersebut.
Karena dianggap merugikan banyak pihak, Prabowo direkomendasikan mendapat hukuman administrasi. Tujuh jenderal yang memeriksa Prabowo mengusulkan hukuman pemberhentian Prabowo dari dinas keprajuritan. Dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi swasta pada Selasa malam, Agum Gumelar--salah satu jenderal yang melakukan pemeriksaan--menjelaskan DKP rekomendasi itu adalah pemecatan Prabowo.
Surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira beredar di media sosial sejak akhir pekan lalu. Dokumen yang terdiri dari empat halaman itu menyebutkan setidaknya delapan kesalahan yang menyebabkan Prabowo direkomendasikan untuk diberhentikan. Validitas dokumen rahasia tersebut dibenarkan oleh Fachrul Razi, salah satu jenderal yang ikut membubuhkan tanda tangan di dokumen tersebut.
"Tanda tangan dan bunyi keputusannya valid," kata Fachrul melalui pesan pendek kepada Tempo, Senin malam, 9 Juni 2014.
Surat rekomendasi pemecatan Prabowo diteken Ketua Dewan Kehormatan Perwira, Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo, dan enam anggota berpangkat letnan jenderal, yaitu Djamari Chaniago, Fachrul, Yusuf Kartanegara, Agum Gumelar, Arie J. Kumaat, serta Susilo Bambang Yudhoyono.
Prabowo sendiri melalui debat calon presiden yang dilakukan di Balai Sarbini, Senin malam, mengungkapkan penculikan aktivis dilakukannya untuk mengamankan negara. Menurut dia, hal itu dilakukannya untuk melindungi kepentingan yang lebih besar. Dia meminta penilaian soal tindakannya itu ditanyakan kepada atasannya kala itu.
Agum Gumelar dalam wawancara kepada Tempo sepekan setelah keputusan tersebut mengatakan Prabowo mengakui dirinya telah salah menganalisis perintah. Agum juga menjelaskan tak pernah ada perintah dari Presiden dan Panglima ABRI soal pengamanan itu. Fachrul Razi membenarkan dokumen rahasia berisi rekomendasi pemecatan Prabowo. Surat tersebut kini beredar di sejumlah media massa dan media sosial. "Tanda tangan dan bunyi keputusannya valid," kata Fachrul melalui pesan pendek, Senin malam, 9 Juni 2014. (rep01/tpc)