Jakarta - Rencana calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto, yang akan menobatkan gelar pahlawan nasional untuk mantan Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional, jika ia terpilih sebagai presiden, menuai kritik.
Menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), rencana Prabowo itu ambigu dan ngawur. “Ambigu, beberapa kali katanya dia melakukan penculikan tapi disuruh atasan, atasannya siapa? Apakah Soeharto?” kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, saat dihubungi Tempo, Kamis, 5 Juni 2014.
Menurut Haris, jika kasus penculikan saat itu dilakukan Prabowo atas perintah Soeharto, lantas Prabowo sempat merasa trauma sehingga ia tidak mau membahas peristiwa itu lagi, mengapa kini ia malah mengusulkan Soeharto menjadi pahlawan nasional. “Kerangka berpikirnya itu yang saya pertanyakan,” ujar dia.
Haris juga menilai kalau Prabowo tidak sensitif terhadap problem masyarakat. Prabowo mencanangkan sejumlah program yang seolah pro-rakyat seperti memperbaiki sistem pangan dan pemberantasan korupsi. Tapi saat dirinya mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional, hal ini kembali menimbulkan keambiguan yang lain. Haris mempertanyakan apakah Prabowo memahami betul soal sistem yang ada saat ini adalah warisan Orba yang sangat menguntungkan kelompok tertentu. “Hari ini kita yang dapat imbasnya,” ujar Haris.
Haris meyakini bahwa tujuan Prabowo ingin mengangkat Soeharto sebagai pahlawan nasional karena dirinya ingin memperkuat rezim yang tidak pro terhadap rakyat. “Kalau dia angkat Soeharto, menurut saya pemikiran yang salah, menunjukkan tidak berpihak pada rakyat.” (rep01/tpc)