JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan naik secara terbatas dan terukur. Harga BBM akan naik, kata SBY, kalau dana kompensasi dan perlindungan untuk masyarakat miskin sudah tersedia. Pemerintah masih mempertimbangkan bentuk kompensasi seperti bantuan langsung, beras, beasiswa miskin dan program keluarga harapan.
SBY mengumumkan rencana kenaikan harga tersebut dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Gedung Bidakara Jakarta, Selasa (30/4). SBY mengatakan, pemerintah tak akan menaikkan harga BBM sesuai dengan harga pasar. Misalnya, harga ekonomi premium tanpa subsidi mencapai Rp10 ribu, sekarang Rp4.500 per liter. "Kami tidak punya niat untuk menaikkannya hingga setara dengan harga pasar," jelasnya.
Menurut SBY, dana kompensasi akan disampaikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP). "Pemerintah berharap agar pembahasan APBNP ini bisa dipercepat," ujarnya. "Mei diharapkan sudah selesai pembahasannya," katanya.
Kenaikan harga BBM secara terbatas dan terukur, lanjut SBY, akan membantu kondisi fiskal dan membuat APBN lebih sehat. "Dengan demikian, ekonomi akan lebih aman, ketahanannya terjaga," ujarnya. "Lebih banyak biaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan infrastruktur serta subsidi lebih adil dan tepat sasaran," ucapnya.
SBY mengatakan subsidi BBM Rp193,8 triliun per tahun sudah sangat memberatkan. Selain itu, subsidi dianggap tak tepat sasaran. Ia berharap kenaikan ini tak menjadi komoditas politik, apalagi menjelang Pemilu 2014. "Bebaskan pikiran politik," katanya seperti dilansir tempo.co.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono menyatakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) atau yang sebelumnya disebut Bantuan Langsung Tunai (BLT) bukan merupakan bentuk politisasi dari kompensasi kenaikan harga BBM. Pemerintah menyiapkan empat kompensasi untuk masyarakat miskin termasuk BLSM.
"Tapi intinya anggaran kompensasi akan ada BLSM dan tidak ada politisasi," katanya. Empat kompensasi termasuk BLSM nantinya akan ditambahkan dengan program bantuan sosial yang sudah ada, seperti Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras Miskin (Raskin).
Agung menambahkan, bantuan sosial yang sudah ada juga akan diperluas, baik secara cakupan maupun unit biaya. "Nanti di APBN Perubahan kan, ini ada perluasan. Kalau reguler nggak ada masalah, sudah ada setahun," sebutnya.
Menurutnya, hal itu dapat menjaga daya beli masyarakat agar tidak terganggu setelah BBM dinaikkan. "Masalahnya kalau ada kebijakan yang menimbulkan gangguan fiskal atau kebijakan yang bisa timbulkan inflasi maka untuk menjaga jangan sampai kehilangan daya beli maka ada kompensasi. Jadi kompensasi ada empat," paparnya.
Sementara itu, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) khawatir soal ketidakpastian kapan kenaikan harga BBM akan dilakukan. APPSI khawatir berlarut-larutnya ketidakpastian kenaikan harga BBM akan semakin memperparah lonjakan harga barang-barang di pasar.
Sekjen APPSI, Ngadiran mengatakan selama ini kenaikan harga barang yang dipicu kenaikan harga BBM biasanya bergerak lebih 'liar', apalagi ditambah ketidakpastian. Ia mengilustrasikan jika harga BBM naik 10 persen saja, maka kenaikan harga barang di pasar tradional bisa lebih besar dari seharusnya.
"Selama ini kalau ada kenaikan harga BBM, maka dampaknya di pasar tak menentu liar, kalau BBM naik 10 persen, efeknya macam-macam, praktik kenaikan harga di lapangan bisa bervariasi mungkin ada yang naik 8 persen, sampai 15 persen, masing-masing produk, misalnya hasil pertanian, apakah dengan BBM naik, apakah harga pupuk, obat-obatan tak naik," katanya.
Menurutnya rencana kenaikan harga BBM kali ini paling tidak jelas dan menggantung. Sehingga efek terhadap ekspektasi kenaikan harga di pasar tradisional sangat tidak bisa dikontrol. "Pernah ada kenaikan BBM zaman SBY, kali ini lebih parah karena diulur-ulur berbulan-bulan, nggak jelas," katanya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengumumkan bakal ada dua harga BBM bersubsidi, yaitu Rp4.500 dan Rp6.500. Namun, opsi itu dibatalkan karena SBY lebih memilih BBM dengan satu harga. (rep02)