JAKARTA - Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 4 November lalu, dinilai beberapa pengamat Pemilu cacat hukum.
Menurut Direktur Eksekuif Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi (Sigma) Sahid Salahudin, dugaan pelanggaran hukum lantaran Peraturan KPU (PKPU) No 19 Tahun 2013 mengatur penetapan DPT pada 23 Oktober bukan 4 November. "Hal ini sama dengan KPU melanggar PKPU No 12 dan 14 Tahun 2012, dimana sudah diputus DKPP yang menganggap KPU melangar hukum," kata Sahid kepada wartawan, di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/11).
Dijelaskannya, perubahan tanggal penetapan DPT seharusnya juga mengubah peraturan KPU, karena PKPU merupakan turunan UU No 8 Tahun 2012 yang mempunyai dasar hukum tetap. "Terkait dasar hukum, penetapan DPT yang molor seharusnya dibuat peraturan pengganti PKPU No 19 Tahun 2013," ujarnya.
Sahid mengatakan, dirinya bukan sentimen terhadap penetapan DPT, namun KPU harus melihat betapa pentingnya perubahan peraturan kalau mau DPT dianggap sah. "Saya bukan sentimen, namun kata undang-undang kalau ada perubahan peraturan juga harus diubah," jelasnya.
Lebih jauh, dia mengatakan penetapan DPT seharusnya bisa diundur lagi oleh KPU sampai mereka memperbaiki peraturan yang sudah ada. "Seolah-olah tanggal 4 November itu, H-1 kiamat jadi harus ditetapkan, kalau tidak berdosa. Padahal undang-undang tidak mengatur itu," tambahnya seperti dilansir okezone.
Sebelumnya, KPU menetapkan DPT sebanyak 186.612.255 jiwa pada 4 November, setelah tanggal 23 Oktober penetapan diundur. Pengunduran penetapan DPT ini, merupakan permintaan partai politik karena melihat Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) masih kacau. (rep1)