PEKANBARU - Tim Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan bahwa berdasarkan observasi yang dilakukan Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Riau banyak intervensi dari pihak luar sehingga efektivitasnya kurang.
"Hasil observasi ternyata di sini penganggaran masih banyak tangan di luar eksekutif yang bermain. Kegiatan banyak bukan kehendak eksekutif, tapi pihak legislatif bahkan dari pihak luar keduanya juga ikut bermain," kata Koordinator Tim Korsup KPK Sumatera Utara, Riau, dan Banten, Wawan Wardiana saat di Pekanbaru, Rabu (18/05).
Menurutnya intervensi dari legislatif datang pada saat mulai pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara. Anggaran yang telah disusun eksekutif banyak minta diubah lagi dengan usulan legislatif.
Sementara dari pihak luar eksekutif dan legislatif yang ikut bermain anggaran banyak di pengadaan barang dan jasa. Hal itu terlihat ketika sudah tahu pemenang pengadaan, tapi belum juga diumumkan.
"Karena bermain dulu di luar sehingga ditahan dulu untuk tidak diumumkan," imbuhnya.
Dia menceritakan awal observasi dilakukan setelah pada Februari KPK mengundang para sekretaris daerah enam daerah yang jadi fokus. Diantaranya Sumatera Utara, Riau, Banten, Aceh, Papua, dan Papua Barat.
"Saat itu kita minta sekda memaparkan apa yang terjadi di daerah dan apa kendalanya. Sekda bisa bicara lebih banyak, karena sekda itu puncaknya karir Pegawai Negeri Sipil," terangnya.
Kemudian KPK membentuk tim ke daerah-daerah tersebut melakukan observasi termasuk ke Riau satu dua pekan. Dalam observasi, tim melakukan klarifikasi, konfirmasi pejabat, anggota DPRD, dan informan.
"Juga melakukan penyamaran nanya-nanya ke orang sini tapi tidak kenal kami dari KPK. Lalu setelah dua pekan ke lapangan terjun wawancara mendalam, kita buatkan rekomendasi," ujarnya.
Kemudian pihaknya mengumpulkan Satuan Kerja Perangkat Daerah dan berdiskusi apakah rekomendasi itu bisa dilakukan dan sesuai dengan kenyataannya. Dikatakannya unsur pemerintahan di Riau menerima dan mengakui itu adanya.
Rekomendasi tersebut, lanjut dia, terhimpun dalam Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Provinsi Riau 2016.
Salah satu rekomendasi diminta penganggaran APBD menggunakan teknologi informasi.
Hal itu mulai dari e-planning agar perencanaan di awal dari musyawarah perencanaan pembangunan dari tingkat desa sampai provinsi semuanya berbasis elektronik sehingga apapun yang terjadi sampai jadi APBD semuanya terekam. Tak ada lagi pertanyaan kenapa usulan dicoret karena semuanya terekam.
"Untuk semua itu lihat referensi di daerah yang sudah menggunakan itu seperti Surabaya dan Bandung," katanya.(rimn/rd)