akarta-Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah memastikan adanya kenaikan tarif iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun ini. Kenaikan berlaku baik untuk peserta dari golongan penerima bantuan iuran (PBI) maupun peserta mandiri.
Untuk PBI, tarif iuran dinaikkan dari Rp19.225 menjadi Rp23 ribu per orang per bulan. Iuran tersebut dibayarkan langsung dari pemerintah untuk masyarakat kurang mampu. Sementara itu, untuk peserta mandiri atau peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU), iuran diusulkan naik 6 persen dari besaran semula.
Untuk peserta mandiri kelas I, misalnya, iuran disepakati naik Rp20.500 dari besaran awal. Atau naik dari Rp59.500 menjadi Rp80.000 per orang per bulan.
Lalu, layanan kelas II naik dari Rp42.500 menjadi Rp51.000 per orang per bulan dan kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp30.000 per orang per bulan.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Untung Suseno menyampaikan, angka-angka tersebut merupakan kesepakatan akhir dari seluruh kementerian dan lembaga terkait yang turut menyusun besaran iuran. Misalnya Kemenkes, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Besaran iuran itu pun telah dimasukkan dalam draf revisi peraturan presiden (perpres) tentang pengelolaan dana JKN. Saat ini draf sudah masuk dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). ”Saya belum bisa bilang fixed karena masih perlu persetujuan presiden. Tapi, memang itu angka terakhir yang disepakati,” jelasnya, Sabtu (2/1).
Untung mengakui, kenaikan tarif premi untuk peserta mandiri memang sengaja lebih besar. Keputusan tersebut diambil setelah berkaca dari besaran klaim untuk peserta mandiri pada tahun sebelumnya. Besarannya mencapai 400 persen dari jumlah iuran peserta mandiri.
"Tahun lalu klaim paling besar dari peserta mandiri. Tentu harus punya beban lebih besar daripada yang lain karena serapan dananya juga lebih besar,” ungkapnya.
Kenaikan tarif premi itu diharapkan dapat berlaku bulan ini. Sebab, tambahan pemasukan tersebut dipercaya bisa menunjang keuangan BPJS Kesehatan sendiri. Sehingga kemungkinan defisit dapat diminimalkan.
Sebagai informasi, BPJS Kesehatan harus menanggung defisit lagi tahun lalu sebesar Rp 5,85 triliun. Kerugian itu pun segera ditutup dengan kucuran dana cadangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. (rep05)