Jakarta-Lembaga Survei Nasional (LSN) merilis hasil survei terbaru mereka terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Minggu 2 Juni 2013. Dari hasil survei yang dilakukan pada tanggal 1 hingga 10 Mei 2013, terlihat bahwa mayoritas publik menolak kenaikan harga BBM.
Sebanyak 86,1 persen mayoritas publik dengan tegas menolak kenaikan harga BBM. Hanya 12,4 persen menyatakan setuju dan 1,5 persen responden menyatakan tidak tahu.
Survei ini dilakukan di 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan populasi seluruh penduduk Indonesia yang telah berusia 17 tahun ke atas. Jumlah sampel yang digunakan adalah 1.230 responden yang diperoleh melalui teknik pencuplikan secara rambang berjenjang (multistage random sampling) dengan margin error sebesar 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Dari survei ini pula didapati bahwa setidaknya ada tiga alasan mengapa publik menolak kenaikan BBM. Pertama, kenaikan harga BBM dinilai akan semakin memberatkan ekonomi masyarakat.
"Harga kebutuhan pokok akan naik dan semakin tidak terjangkau oleg pendapatan rakyat kecil," kata Peneliti LSN, Dipa Pradipta, di Senayan, Jakarta.
Alasan kedua, kebijakan untuk kenaikan harga BBM dinilai tidak akan menolong kesehatan fiskal sebagaimana yang direncanakan pemerintah. Beberapa kenaikan BBM di masa lalu, kata Dipa, terbukti tidak efektif untuk menyelamatkan APBN.
Alasan ketiga, publik menilai ada motif-motif politik praktis di balik kebijakan kenaikan BBM. "Pemberian BLSM sebagai kompensasi kenaikan karena BBM dinilai sebagai sekenario untuk mendongkrak elektablitas partai pemerintah," tukas Dipa.
Berdasarkan penemuan LSN itu, kata dia, 12,4 persen responden yang menyetujui kenaikan harga BBM hampir seluruhnya berasal dari segmen masyarakat berpendidikan dan berpenghasilan tinggi.
"Mereka dapat memahami sejumlah argumentasi pemerintah untuk menaikkan harga BBM, meskipun di antara mereka juga kurang meyakini kebijakan tersebut merupakan langkah yang efektif untuk menyehatkan perekonomian," kata dia. (rep05)