Satu dari tiga nelayan yang mengaku mengetahui ada pesawat jatuh di perairan Selat Karimata mengatakan, pesawat itu terbang tidak terlalu tinggi tapi melaju zigzag atau berliku-liku.
Nelayan bernama Effendy ini menjelaskan, dia menyaksikan pesawat yang dominan berwarna merah dan putih tersebut terbang zigzag sekitar empat menit. Pesawat itu tampak memutari udara di atas perairan Selat Karimata.
“Jalannya kadang belok-belok. Pelan-pelan memutar,” katanya dalam wawancara di studio tvOne di Jakarta, Jumat, 2 Januari 2015.
Effendy mengaku tak melihat pesawat itu jatuh. Bahkan, kala itu dia tak mengetahui bahwa pesawat itu adalah pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ8501. Dia hanya menyaksikan pesawat terbang dalam posisi normal namun dengan kecepatan sedang, sesekali turun 15 derajat, lalu naik lagi.
“Kalau jenis (ibarat) mobil, mesin tidak mati, tapi ibaratnya digas 20 (kilometer per jam) turun ke 5 (kilometer per jam), naik lagi,” katanya menambahkan.
Rahmat, nelayan lain memberi kesaksian lain. Dia berada di tempat berbeda dengan Effendy, yakni sedang di laut. Katanya, pada Minggu pagi, 28 Desember 2014, itu dia mendengar suara ledakan keras. Tapi dia tak tahu itu ledakan dari benturan pesawat atau ledakan lain.
Rahmat mengatakan, suara ledakan itu terdengar tidak di udara tetapi di air/laut. Sayangnya, dia tidak melihat objek yang didengar itu adalah pesawat udara. Soalnya segera setelah terdengar ledakan itu muncul kabut tebal di atas perairan Selat Karimata.
“Pantai sampai tak kelihatan sekitar dua jam, jarak pandang terbatas. Saya kemudian masuk sungai kecil untuk berteduh,” ujarnya.
Rahmat kembali dari melaut pada Senin pagi menjelang siang, 29 Desember 2014. Sampai saat itu, dia belum mengetahui kabar ada pesawat jatuh. Lalu dia menceritakan mendengar ledakan keras di laut kepada kakaknya.
“Kakak saya ceritakan ke Pak Lurah dan Dandim (Komandan Komando Distrik Militer). Mereka yang mempercayai saya,” ujarnya.
Kesaksian hampir serupa Effendy diungkapkan Darso, nelayan lain. Dia mengaku melihat sebuah pesawat terbang tidak terlalu tinggi, memutar di seputar perairan tapi posisinya terbang agak miring, pada Minggu pagi.
“Rendah posisi miring, pesawat (berwarna) merah dan putih,” katanya seraya menggerakkan telapak tangan kanannya dalam posisi miring lima belas derajat.
Darso mengaku tak mengetahui pesawat yang dilihatnya kala itu kemudian jatuh. Dia hanya menyangka bahwa pesawat itu memang terbang rendah. Lagi pula, dia tak melihat asap yang menandakan ada ledakan atau kebakaran pada pesawat.
Setelah itu, dia tak melihat apa pun kecuali kabut. “Kabut datang, hujan, angin kencang. Saya tidak lihat lagi, dan tidak tahu lagi.”
Keesokan hari, Darso baru mengetahui ada pesawat jatuh setelah ada aparat setempat yang memeriksa kawasan perairan Selat Karimata. Menurutnya, andai pada Minggu pagi sudah diketahui ada pesawat jatuh di perairan itu dan segera dikirim tim SAR, dia meyakini ada yang ditemukan selamat.
“Kalau Minggu tahu itu pesawat pasti masih ada yang hidup,” ujarnya. (rep01/vnc)