Jakarta-Kepala Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Muhammad Hatta mengatakan, ada beberapa dasar pertimbangan yang membuat majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dan menyatakan Akil tetap mendapatkan hukuman seumur hidup.
Menurut dia, perbuatan Akil telah merusak nama baik lembaga peradilan beserta para hakim yang bernaung di dalamnya.
"Perbuatan yang dilakukan terdakwa Akil Mochtar tidak hanya merusak nama lembaga negara dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, tetapi juga termasuk nama baik dari para hakim yang berada di lembaga tersebut," ujar Hatta di Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Hatta mengatakan, tidak hanya nama baik MK dan para hakimnya yang tercoreng, tetapi juga lembaga peradilan lainnya, seperti peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan militer. Pertimbangan memberatkan lainnya, majelis hakim menilai Akil terlalu nekat dalam melakukan kejahatannya karena secara aktif berhubungan langsung dengan pihak yang menyuapnya.
"Akil oleh majelis dinilai berani karena terdakwa dengan aktif melakukan hubungan langsung dengan pihak yang meminta bantuan kepada terdakwa," kata Hatta.
Apalagi, kata Hatta, Akil secara terang-terangan meminta sejumlah uang kepada beberapa pihak dengan nominal yang besar. Majelis hakim menganggap, enam dakwaan terhadap Akil sebagaimana diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah terbukti.
"Terdakwa tidak malu-malu meminta uang kepada sejumlah pihak dengan jumlah yang sangat fantastis, jumlah yang bermiliar-miliar rupiah, yang semuanya dimasukkan dalam rekening sendiri dan rekening usaha yang dikelola istrinya sendiri," kata Hatta.
Dengan pertimbangan tersebut, kata Hatta, majelis hakim PT DKI Jakarta menilai putusan pengadilan tingkat pertama sudah tepat dan wajar. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi pengadilan tinggi untuk menerima banding yang diajukan Akil.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang tetap menghukum mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dengan pidana penjara seumur hidup. Akil terbukti secara sah bersalah dalam kasus suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) dan tindak pidana pencucian uang.
KPK berharap keputusan tersebut dapat menimbulkan efek jera bagi koruptor lainnya. Majelis hakim Tipikor menyatakan, Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).
Dalam pertimbangan yang memberatkan, perbuatan Akil dinilai telah meruntuhkan wibawa MK. Diperlukan usaha yang sulit dan memerlukan waktu lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada MK. Selain itu, Akil merupakan ketua lembaga tinggi negara yang merupakan benteng terakhir bagi masyarakat yang mencari keadilan. Menurut hakim, Akil seharusnya memberikan contoh teladan yang baik dalam masalah integritas. Tidak ada hal yang meringankan untuk Akil. (rep05)