Pekanbaru- Badan Pusat Statistik menyatakan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan III-2014 sebesar 1,73 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Kepala BPS Riau Mawardi Arsyad, di Pekanbaru, Rabu, mengatakan pertumbuhan ekonomi Riau mengalami perlambatan diantaranya akibat makin menurunnya produksi minyak dan gas bumi (migas). Sektor migas yang termasuk dalam sektor pertambangan dan penggalian disebut telah membebani pertumbuhan ekonomi Riau karena pada kuartal ketiga tahun ini mengalami kontraksi pertumbuhan 4,17 persen.
"Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 10 persen, dan sebagai sumber pertumbuhan telah menyumbang 1,11 persen terhadap total pertumbuhan. Sedangkan, sektor pertambangan dan penggalian justru mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 4,17 persen," ujarnya.
"Terus menurunnya produksi migas menyebabkan pertumbuhan ekonomi Riau selalu dibawah pencapaian nasional," lanjut Mawardi.
Selain itu, ia mengatakan penurunan subsektor migas membuat kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Riau pada periode Januari-September 2014 turun 1,99 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sedangkan, apabila mengeluarkan subsektor migas dalam penghitungan PDRB provinsi itu, maka pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan III-2014 mencapai 6,41 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013.
"Kalau sektor migas dibuang, maka pertumbuhan ekonomi Riau mencapai 6,41 persen," ujarnya.
Meski begitu, ia mengatakan dampak belum normalnya perdagangan karet dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) telah berdampak pada melambatnya pertumbuhan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB. Ini disebabkan sebagian besar kontribusi sektor pertanian berasal dari komoditas kelapa sawit dan karet.
"Sumber pertumbuhan terbesar diberikan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 2,02 persen," katanya.
Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Riau triwulan III-2014 yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku mencapai Rp145,646 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2.000 sebesar Rp28,111 triliun. Apabila migas dikeluarkan, maka PDRB harga berlaku dan harga konstan 2.000 masing-masing sebesar Rp100,061 triliun dan Rp16,211 triliun.
Dalam kurun Januari-September 2014, PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp426,477 triliun, sementara atas dasar harga konstan sebesar Rp83,358 triliun. Adapun tanpa migas, PDRB atas dasar harga berlaku Januari-September 2014 sebesar Rp288,870 triliun, dan PDRB atas dasar harga konstannya sebesar Rp47,438 triliun.
Menurut dia, hingga kini Riau masih menjadi daerah yang menyumbang PDRB tertinggi di wilayah Sumatra dengan porsi 28,39 persen, jauh di atas Sumatra Utara yang mencapai 22,2 persen dan Sumatra Selatan dengan 13 persen.
"Secara nasional, kontribusi PDRB Riau mencapai 6,71 persen, yang artinya dua kali lipat lebih tinggi dari rata-rata porsi yang disumbangkan provinsi lain," ujarnya. (cr01/ant)