Hasil audit kepatuhan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau, mengungkap, tak satu pun perusahaan perkebunan dan kehutanan yang menepati janji. Audit dilakukan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengelola REDD+, UKP4 serta tim ahli.
"Dari 5 perusahaan perkebunan, semuanya tidak patuh, 1 dikatakan sangat tidak patuh. Sedangkan dari 12 perusahaan kehutanan, 1 kita katakan sangat tidak patuh," ungkap Bambang Heru Saharjo, ketua tim studi yang menilai kepatuhan perusahaan perkebunan dan kehutanan dalam menjalankan aturan.
Pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengatakan, ada pun lima perusahaan perkebunan yang dimaksud adalah PT. MEG, PT. TFDI, PT. JJP, PT BNS dan PT. SAGM. Sedangkan dari 12 perusahaan kehutanan tercatat terdapat 1 perusahaan yang sangat tidak patuh, 10 tergolong kategori tidak patuh dan 1 perusahaan kurang patuh. Ke-12 perusahaan tersebut, yaitu PT. RRL, PT. RUJ, PT SRL Blok III, PT SRL Blok V, PT. SSL, PT. SPA, PT. SPM, PT. SRL Blok IV, PT.NSP, PT.SG, PT.AA, PT.DRT.
Sementara perusahaan dengan penilaian sangat tidak patuh adalah PT SRL Blok III dan PT SAGM. Bentuk ketidakpatuhan beragam, mulai dari fasilitas menara hingga sumber daya manusia yang bertanggungjawab membantu mengatasi kebakaran hutan.
Contoh adalah kewajiban memiliki menara pemantau. Ternyata, walaupun menara memang ada, peralatannya tak ada. "Kita malah menemukan, menara isinya telur elang, gitar. Padahal harusnya GPS atau perangkat lain," jelasnya, seperti dilansir tribunpekanbaru.
"Waktu kita tanya, katanya ada pasukan elit (untuk membantu memadamkan api), tapi ternyata tidak ada. Boro-boro pasukan elit, mereka bilang cuma honorer," imbuh Bambang dalam konferensi pers di UKP4, kemarin. (rep05/tbn)