Nasional

Pemerintah Cenderung Setuju Aborsi bagi Korban Perkosaan

Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menyetujui aborsi bagi korban pemerkosaan. Menurut dia, wanita yang menjadi korban pemerkosaan harus diberi perlindungan.
 
"Kalau pendekatan medis, saya kira wajar dan itu universal," kata Amir di kantornya, Kamis, 14 Agustus 2014. Dia menuturkan pelegalan aborsi bagi korban pemerkosaan juga diterapkan di beberapa negara.
 
Namun Amir mengaku belum membaca Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang akan diberlakukan pada 16 Agustus 2014. PP ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 
 
"Saya baca dulu sebelum saya berbicara. Saya baru mendengarkan cerita PP itu kemarin waktu di istana. Berikan saya waktu untuk mendalami agar tidak sepotong-potong," ujarnya. Amir memperkirakan pembahasan PP ini dilakukan sebelum ia menjabat Menteri Hukum dan HAM. "Saya di sini baru tiga tahun."
 
Mengenai hak asasi untuk mengaborsi janin, Amir berpendapat, korban pemerkosaan juga membutuhkan perlindungan HAM. "Kan, tidak berdasarkan keinginan dia (diperkosa). Anda bisa bayangkan seseorang yang jadi korban pemerkosaan seperti apa," kaanya.
 
Bab IV PP Nomor 61 Tahun 2014 mengatur soal indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi. Tindakan aborsi boleh dilakukan apabila ada indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan. 
 
Tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama 40 hari, terhitung sejak hari pertama haid terakhir. (rep05)