Riau Raya

Media Diminta Redam Berita Ekstrem Mutilasi

Pekanbaru - Pemberitaan kasus dugaan pelecehan seksual disertai pembunuhan dengan cara mutilasi yang cenderung ekstrem dapat mengancam psikologis dan mental masyarakat secara luas, demikian tutur psikolog Universitas Islam Riau Yanuar Arif.
 
"Pemberitaan yang dilakukan secara terus-menerus bahkan secara detail menceritakan kronologi pembunuhan oleh pelaku terhadap korban-korbannya akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat secara luas," kata Yanuar di Pekanbaru, Kamis (14/8/2014).
 
Sebaiknya, lanjut dia, media dapat meredam pemberitaan yang cenderung ekstrem agar mengurangi dampak negatifnya terhadap masyarakat luas. Pernyataan psikolog ini menanggapi adanya kasus dugaan pelecehan seksual disertai mutilasi oleh empat pelaku, MD, 19, DD, 19, S, 26, dan DP, 17.
 
Keempat orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka yang membunuh tujuh korban, empat di antaranya merupakan kalangan bocah berumur 5,5 tahun hingga 10 tahun. Ia mengatakan, peranan media dalam memublikasikan perkara ini menjadi arah penentu pemikiran masyarakat secara luas.
 
Ia mengharapkan pemberitaan dilakukan dengan tidak disertai kronologi pembunuhannya namun bagaimana langkah hukum untuk para tersangka. Yang jelas, lanjut kata dia, untuk dampak psikologis terhadap masyarakat secara umum, sebenarnya ada sisi positif dan negatif.
 
Untuk sisi positifnya, lanjut dia, yakni para orang tua akan lebih cermat dan memperketat pengawasan atau monitoring anak-anak mereka di lingkungan sekolah dan rumah. "Sementara itu, untuk sisi negatifnya adalah ada memori yang tertanam di masyarakat. Proses pembunuhan itu menjadi suatu hal yang biasa. Ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan situasi aman dan tertib masyarakat," katanya.
 
Maka untuk mencegah sisi negatif itu, demikian Yanuar, dibutuhkan peran serta media agar memberitakan perkara ini secara baik, tidak harus menonjolkan yang ekstrem, terlebih terkait kronologi lengkap pembunuhan yang dilakukan tersangka terhadap para korban-korbannya.  (Antara)