Politik

Weleh, Lebih 4,5 Juta Pemilih di Luar Negeri tak Terdaftar

Jakarta-Jutaan suara yang seharusnya dapat disalurkan oleh warga negara indonesia yang tinggal di luar negeri terancam hilang. Jumlah pemilih yang terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sesuai dengan jumlah data pekerja di luar negeri yang dimiliki Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). 
 
Anggota Presidium Forum Pascasarjana Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Said Salahudin mengatakan, berdasarkan SK KPU Nomor 240 Tahun 2014, jumlah DPT di luar negeri hanya 2.025.005 jiwa. Sementara, berdasarkan data BNP2TKI, jumlah TKI di luar negeri sebesar 6,5 juta jiwa. 
 
“Terdapat sekitar 4,5 juta pemilih di luar negeri yang tidak terdaftar oleh KPU. Sehingga dipastikan jika para pemilih tersebut tidak dapat menggunakan hak pilihnya,” kata Said saat menyampaikan hal tersebut di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rabu (2/4/2014). 
 
Menurut Said, seluruh TKI yang bekerja di luar negeri memiliki hak untuk memilih. Berdasarkan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan TKI, salah satu syarat untuk menjadi TKI yaitu berusia sekurang-kurangnya 18 tahun. 
 
“Artinya, seluruh TKI di luar negeri dipastikan memiliki hak pilih pada Pemilu 2014, namun mereka tidak bisa memilih. Kita berharap Komnas HAM melakukan kajian, penelitian, dan pemantauan terhadap dugaan pelanggaran HAM terkait hak pilih,” katasnya. 
 
Sementara itu, anggota Komnas HAM, Natalius Pigai mengungkapkan, Komnas telah melakukan pemantauan terhadap dugaan kemungkinan hilangnya hak warga negara dalam pemilu. Mereka yang berpotensi kehilangan suara termasuk ke dalam kelompok atau pemilih rentan.
 
Berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang HAM juncto Human Rights Reference, setidaknya ada 14 kelompok yang tergolong kelompok rentan, diantaranya yaitu pekerja (buruh) dan pekerja migran (migrant workers), penyandang cacat, pengungsi, dan warga yang tinggal di perbatasan negara.
 
Negara, kata Natalius, seharusnya dapat menjamin hak suara kelompok tersebut. Hal itu sesuai dengan Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyebutkan jika kelompok rentan ini sebagai penduduk rentan administrasi kependudukan dan penduduk yang tidak mampu mendaftarkan sendiri. Sehingga, mengharuskan pemerintah bertanggungjawab dalam proses pencatatan mereka sebagai penduduk.
 
“Hal ini sudah kami sampaikan ke Bawaslu dan Panwaslu untuk segera ditindaklanjuti,” ujarnya. (rep05)