Nasional

Tetap Gelar UN, Mendikbud akan Digugat

JAKARTA - Jika Ujian Nasional (UN) terus diadakan, Federasi Serikat Guru Indonesia akan melayangkan gugatan hukum terhadap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh. Mereka menuntut UN dihapuskan sebagai syarat kelulusan dan syarat masuk perguruan tinggi negeri (PTN).

"Kami dari guru sepakat bahwa batalkan hasil UN sebagai penentu keluluan dan tiket masuk PTN. Kalau Mendikbud masih bersikeras, kami akan layangkan gugatan secara hukum," ujar Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti dalam jumpa pers di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (28/4).

Retno menuturkan, guru dan murid menjadi pihak yang paling dirugikan dari keteledoran pemerintah. Selain elemen guru, Retno juga mengatakan pihak siswa dan orangtua murid serta anggota DPR sudah siap melayangkan gugatan secara hukum.

"Tertundanya pelaksanaan UN pada tahun 2013 ini merupakan momentum yang tepat untuk menghapuskan UN. Kalau pun tetap mau mengadakan UN, hanya jadikan sebagai pemetaan, bukan syarat kelulusan," tegas Ratna seperti dilansir kompas.com.

Lebih lanjut, Ratna mengaku tidak akan mempermasalahkan pelaksanaan UN jika negara sudah memenuhi segala kewajibannya seperti memberikan fasilitas yang baik, menyamaratakan akses informasi, hingga meningkatkan kualitas guru.

"Sampai sekarang semua hal itu belum terpenuhi. Jangan samakan peserta didik yang tinggal di kota dengan daerah-daerah terpencil yang untuk mencapai sekolahnya saja dia harus bertaruh nyawa. Ini sangat tidak adil," tandas Retno.

Dia mencontohkan, ketimpangan mutu pendidikan juga sempat terjadi di Amerika Serikat antara kulit hitam dan kulit putih. Saat itu, lima siswa kulit hitam melayangkan gugatan ke pengadilan karena merasa UN di negeri itu tidak bisa disamaratakan bobotnya untuk semua siswa. Siswa kulit hitam mengeluhkan sulitnya mendapatkan akses pendidikan.

Akhirnya, kata Ratna, pengadilan memenangkan siswa kulit hitam ini dan memberikan perintah kepada semua distrik di Amerika Serikat untuk menyamaratakan mutu pendidikannya mulai dari fasilitas hingga kualitas guru.

"Hal yang sama juga harus terjadi di Indonesia. Jika tidak, negara kita hanya akan mewarisi kebohongan karena anggaran pendidikan tiap tahun paling besar, tetapi mutu kita masih jauh dari Palestina yang tengah berperang," tandas Retno.

Di tempat terpisah, Mendikbud M Nuh menjelaskan, kisruh UN 2013 tidak bersifat by design (direncanakan). "Tiga tahun lalu, pelaksanaan UN itu di daerah, tapi karena ada masalah, lalu ditarik ke pusat, karena itu kalau sekarang ada masalah ya dikaji kembali, tapi bukan berarti by design. Itu murni musibah, murni kecelakaan," katanya.

Oleh karena itu, ia menilai pengabaian hasil UN 2013 untuk SMA dan sederajat yang diusulkan Komisi X DPR belum tentu diterima oleh peserta UN, baik dari provinsi yang melaksanakan serentak maupun tidak. "Usulan itu kami terima, tapi akan kami kaji. Bayangkan kalau diabaikan, tentu 22 provinsi yang nggak ada masalah dengan UN akan menolak, bahkan yang digeser (tidak serentak waktunya) pun kecewa karena punya harga diri. Mereka berharap ikut UN untuk bisa masuk PTN," katanya.

Ia juga menegaskan bahwa permintaan dirinya untuk mundur terkait kisruh pelaksanaan UN 2013 itu tergantung kepada presiden, karena dirinya merupakan pembantu presiden yang diangkat olehnya. "Kalau mundur itu, lho saya yang ngangkat itu presiden, bukan orang lain. Kalau gagal ya tergantung yang menilai, seperti mahasiswa itu kan terserah dosen yang menilainya," katanya.

Sebelumnya, anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati menyatakan UN 2013 tidak sah karena tidak bisa dilaksanakan serentak. "UN secara nasional tidak sah secara hukum, karena dalam UU dinyatakan bahwa UN harus dilakukan serentak. Tidak boleh ada penundaan," katanya.

Mendikbud mengharapkan semua kalangan tidak menarik kisruh UN ke wilayah politik, sebab UN merupakan masalah akademik yang tentu harus diselesaikan dalam wilayah akademik pula.

"Serentak-tidaknya pelaksanaan UN 2013 bukan substansial. Hal yang subtansial adalah kerahasiaan soal UN, bukan soal serentak-tidak-nya. Kalau tidak serentak, tapi tidak bocor ya masih sah, karena itu kami tidak ingin serta merta mengabaikan hanya soal beda waktu," katanya.

Bahkan, dirinya juga siap bila KPK atau BPK memeriksa penyebab tidak serentaknya UN 2013. "Saya welcome pada KPK atau BPK, apalagi Irjen Kemdikbud itu juga pernah menjadi penyidik KPK, tentu koordinasi sudah ada," katanya seperti dilansir antara. (rep02)