Nasional

Waspadai Dampak Kebablasan UU Desa


PEKANBARU - Pengesahan Undang-Undang tentang Desa oleh DPR RI disambut baik Pemerintah Provinsi Riau. Hanya saja, perlu juga menjadi perhatian kika dampak kewenangan ini dimaknai kebablasan oleh perangkat desa.

Hal itu dikatakan Kepala Biro Tata Pemerintahan Setdaprov Riau M Guntur, Kamis (19/12/2013). "Sejak UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, baru sekarang tahun 2013 ada aturan setingkat UU yang mengatur tentang desa. Semangatnya kita dukung karena bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan di desa untuk mencapai kesejahteraan  dengan pengelolaan yang berbasis masyarakat," paparnya

Dikatakannya lagi, dalam UU tersebut akan ada kewenangan yang nantinya perlu dipertimbangkan. Salah satunya pertimbangan ulayat dan adat yang ada di setiap desa. Dia juga menyebutkan, mesti ada aturan teknis yang nantinya dilahirkan oleh pemerintah kabupaten terkait dengan batasan kewenangan didesa. "Pertanyaannya, apakah nantinya kabupaten mau memberikan kewenangan yang lebih ke desa, jika mengacu pada tingkatan pemerintahan sampai ke perangkat desa. Persoalan ini yang masih akan dikaji oleh pemerintah pusat, " imbuh Guntur.

Dengan adanya dana yang akan dikelola desa baik dari APBN, APBD dan sebagainya, kata Guntur, akan mengembangkan aset-aset desa yang kemudian bisa dikelola dengan membentuk Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). "Cuma perlu PP dan aturan teknis lainnya dalam implementasinya, kita tunggu saja." katanya.

Sambil menunggu langkah tersebut, Pemprov dan Kabupaten/Kota menyiapkan langkah strategis untuk implementasi terutama dalam pembagian dan pelimpahan kewenangan, pengawasan dan evaluasi dan sebagainya.

Dikatakannya lagi, saat ini Riau memiliki 1.594 jumlah desa 241 kelurahan. "Insentif dan pembinan desa dilakukan  oleh BPM Bangdes, tapi dalam UU kades dan  perangkat desa digaji dari APBDes," paparnya.

Sementara Kabag Tata Pemerintahan (Tapem) Setda Pelalawan, Drs Novri Wahyudi mengatakan, pihaknya  belum bisa secepatnya mensosialisasikan UU tersebut pada Kepala Desa yang ada di daerah ini. Pasalnya, UU tersebut baru bisa disosialisasikan setelah keluarnya Peraturan Pemerintah terkait hal tersebut. "Ya, itukan baru disahkan begitu saja, belum dicatat pada lembar negara, jadi kita belum bisa secepatnya mensosialisasikannya," kata Novri Wahyudi, kemarin.

Novri mengatakan, secara garis besar dari UU Desa yang dibacanya itu tak ada hal-hal krusial yang bertentangan dengan Perda di daerah ini. Begitu dengan soal jabatan Kades jika berhalangan melakukan tugas atau mundur maka yang menggantikan sementara adalah penjabat dari kecamatan. "Saya rasa tak ada yang krusial terkait telah disahkannya UU Desa itu," katanya.

Namun diakuinya  ada beberapa perbedaan antara UU yang lama dengan Undang-Undang yang baru tentang Desa ini. Di antaranya, jika UU yang lama, syrat pendidikan terakhir Kades itu hanya sampai SLTP saja tapi untuk UU yang baru, maka pendidikan terakhir Kades harus SLTA atau sederajat. (rep1)