Polemik Aliran Listrik

PLTU Buruk Bakul Ingin Dialihkan ke Bengkalis

BENGKALIS - Terkendalanya proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Buruk Bakul rupanya menyimpan banyak polemik. Salah satunya, keinginan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar lokasi PLTU berkapasitas 2x35 Megawatt (MW) itu tidak di Buruk Bakul, melainkan di Pulau Bengkalis.

"PLN maunya pembangunan pembangkit itu dilakukan di Pulau Bengkalis. Tapi, mengingat rencana awal kita bahwa PLTU itu untuk menunjang kawasan industri Buruk Bakul, makanya kita tetap menginginkan di Buruk Bakul,” ujar Direktur PT Bumi Laksamana Jaya (BLJ), Yusrizal Andayani, Jumat (13/12/2013).

Tak hanya soal lokasi, tingginya kapasitas terpasang pembangkit itu juga membuat PLN dan PT BLJ berpikir panjang dalam membuat legalitas kontrak kerja pembelian daya dari PT BLJ nantinya. "Mereka (PLN, red) bukan tidak mau membeli daya dari PTLU Buruk Bakul, tapi ada aspek legalitas yang mesti dilalui. Kini, PLN sedang memikirkan kontrak kerjanya seperti apa," tutur Yusrizal.

"Kita juga tidak mau bermasalah di kemudian hari. Jangan sampai pembangunan pembangkit selesai, tapi aspek legalnya bermasalah. Kalau mau cepat, mereka (PLN) menyarankan membangun pembangkit berkapasitas di bawah 10 MW atau PLTS Biomass yang ramah lingkungan dari sampah dengan kapasitas 2x6,5 MW. Kalau ini tidak perlu proses tender lagi,” ujar Yusrizal.

Yusrizal juga menyampaikan bahwa pembangunan pembangkit tidak bisa instan. Terkadang butuh waktu hingga 4 tahun hingga beroperasi. Itu pun masih menunggu proses sertifikasi dari PLN. Sedangkan pembangunan fisik pembangkit bisa dikebut dalam waktu 1 sampai 2 tahun.

"Tapi kita tidak akan menyerah. Kepercayaan yang diberikan Pemkab Bengkalis melalui penyertaan modal Rp300 miliar ini akan kita wujudkan. Apalagi pembangunan pembangkit ini untuk kepentingan orang banyak dan akan memberikan multiplier effect yang luar biasa," ujarnya.

Tidak Cukup

Diakui Yusrizal, dana penyertaan modal Rp300 miliar yang dikucurkan Pemkab Bengkalis ke BUMD PT BLJ masih jauh dari cukup. Pasalnya, dana itu diperuntukkan membangun dua PLTU, yakni PTLU Balai Pungut (Rp100 miliar) dan PLTU Buruk Bakul (Rp200 miliar).

“Untuk PLTGU Balai Pungut saja butuh dana sekitar Rp450 miliar, sementara dana yang dialokasikan dari penyertaan modal hanya Rp100 miliar. Kekurangannya itu kita menggandeng konsorsium  PT ZUG dan PT PIR serta pinjaman dari perbankan,” jelasnya.

Yusrizal juga menjelaskan kenapa BLJ coba merambah ke bisnis migas, properti serta bisnis lainnya. Salah satu alasannya, secara margin bisnis di sektor ini sangat menjanjikan ke depannya. Apalagi manajemen saat ini cukup banyak dibebani utang-utang masa lalu, angkanya mencapai sekitar Rp45 miliar yang harus dikembalikan ke kas negara.

“Kalau kita hanya mengandalkan unit bisnis yang ada saat ini, saya pikir marginnya masih sangat kecil. Seperti APMS BLJ yang setiap bulannya hanya dijatah sekitar 300 Kl oleh Pertamina. Kemudian divisi material sifatnya lebih banyak membantu pengusaha lokal. Maka dari itu kita berusaha mencoba ekspansi ke bisnis migas dan properti yang secara margin cukup besar,” ujarnya. (rep1)