Nasional

Bensin Naik, Rakyat Harus Bersiap Harga Kebutuhan Melejit

Jakarta-Pemberlakuan kebijakan dua harga premium, yakni untuk mobil pribadi Rp6.500 dan sepeda motor serta angkutan umum Rp4.500 per liter tinggal menunggu waktu. Pengusaha pun bersiap-siap menaikkan harga produknya ke konsumen.

Salah satu pengusaha Indonesia, Erwin Aksa mengatakan, dampak terberat dari pemberlakuan kebijakan pemerintah itu akan dialami oleh pengusaha kecil atau biasa disebut UMKM. Sehingga akan ada kenaikan barang/jasa sebesar 25 persen. Apalagi pengusaha menggunakan angkutan berplat hitam yang terkena imbas kenaikan harga premium menjadi Rp6.500 per liter.

"Kalau harusnya, mereka menaikkan harga 25 persen. Mereka bisa menyesuaikan harga dengan kebijakan ini," ungkap Erwin, Kamis (18/4). Sebab menurutnya, kebijakan tersebut akan menaikkan ongkos produksi dan distribusi perusahaan.

Erwin menyatakan, lebih baik menaikkan harga barang dibandingkan menutup perusahaan. "Kalau tidak menaikkan bisa mati itu perusahaan," jelasnya. Erwin berharap, pemerintah juga dapat melakukan kajian ke arah sana. Misalnya dengan memberikan kompensasi seperti bantuan insentif fiskal. Pasalnya, jika ada kenaikan harga barang, maka daya beli masyarakat akan terganggu.

"Langkahnya paling penting, pengusaha kecil itu harus dikasih semacam insentif fiskal. Apakah terkena secara luar biasa atau tidak itu mesti dikaji," katanya seperti dilansir detikfinance.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Raja Sapta Oktohari meminta pemerintah tegas terhadap kebijakan BBM dan tidak hanya melemparkan gosip yang tidak ada realisasinya. "Kita minta ketegasan dari pemerintah, jangan hanya gosip saja, ini penting karena gosip-gosip yang cepat menyebar luas tentu akan menganggu kegiatan usaha," ujarnya.

Dikatakan Raja, gosip-gosip soal kebijakan harga BBM yang saat ini terjadi membuat spekulasi terjadi dengan kenaikan harga-harga. "Tentu ini mengganggu, tegas saja, kita pengusaha juga sudah toleran terhadap kenaikan harga BBM subsidi. Memang akan ada dampak terutama inflasi, namun jika fiskal dan ekonomi kita semakin baik dampaknya tidak akan lama," ungkapnya.

Sejumlah ekonom masih optimistis perekonomian domestik bisa tumbuh di atas pertumbuhan 2012, bahkan rebound ke 6,5 persen seperti 2011. Kecuali kebijakan pengurangan subsidi BBM jadi diterapkan.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Destri Damayanti memprediksi pertumbuhan perekonomian bisa mencapai 6,3 persen tanpa kebijakan BBM. Namun, jika kebijakan itu diambil, ditambah kondisi di kuartal pertama di mana investasi tumbuh agak melambat, dan ekspor belum juga pulih, pertumbuhan perekonomian diprediksi berada di kisaran 6,1 persen-6,3 persen.

Destri menjelaskan, meski kebijakan BBM bisa menahan laju pertumbuhan ekonomi tahun ini, kebijakan ini akan berdampak baik untuk jangka menengah dan panjang. "Bisa tumbuh di atas 6 persen itu sudah bagus," katanya.

Konsumsi domestik dan investasi diperkirakan tetap menjadi penopang utama pertumbuhan perekonomian di tahun ini. Destri memprediksi konsumsi domestik akan naik pada semester II 2012, didorong oleh belanja pemilu.

"Hitung-hitungan kami, bisa menaikkan 0,2 persen terhadap konsumsi masyarakat," katanya. Secara proporsi, ia yakin kontribusi konsumsi domestik terhadap pertumbuhan ekonomi masih di atas 50 persen. Sebagai informasi, tahun lalu konsumsi domestik berkontribusi sekitar 56 persen.

Ekonom Standard Chartered Bank, Eric Sugandi, memperhitungkan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 6,5 persen tahun ini tanpa kebijakan BBM dan mencapai 6,3 persen dengan kebijakan BBM. Perlambatan pertumbuhan diyakini berasal dari penurunan daya beli masyarakat, meski tak signifikan, dan kinerja ekspor yang belum membaik.

Adapun penurunan daya beli merupakan dampak dari inflasi yang berpotensi naik ke level 6 persen. "Inflasi didorong kenaikan harga bahan pangan, tarif dasar listrik dan kebijakan BBM," ujarnya seperti dilansir tempo.co. (rep02)