Kasus Korupsi Bhakti Praja

Tersangka Jilid III Tunggu Putusan Persidangan

 

 
PEKANBARU - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau masih mengembangkan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan perkantoran Bhakti Praja Kabupaten Pelalawan. Dalam kasus ini, telah ditetapkan dua tersangka baru yakni mantan Sekda Pelalawan, Tengku Kasroen dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Rahmat.
 
Sebelumnya, penyidik Polda telah menetapkan empat tersangka yakni Lahmudin alias Atta selaku mantan Kadispenda Pelalawan, Syahrizal Hamid selaku mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pelalawan, Al Azmi selaku Kabid BPN di Pelalawan dan Tengku Alfian Helmi selaku staff BPN Pelalawan. Empat tersangka ini sedang menjalankan proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru.
 
"Sementara dua tersangka lain yakni Kasroen dan Rahmat berkasnya masih P-19. Ini penanganan kasus jilid dua dengan dua tersangka baru yang telah kita tetapkan sebelumnya," ujar Kasubdit III Tindak Pidana Korupsi, Ditreskrimsus Polda Riau, Kompol Yusuf,  Selasa (1/10/2013).
 
Yusuf menyatakan, pihaknya masih melakukan pengembangan kasus ke penyelidikan tahap tiga. Menurutnya, dalam kasus ini ada sejumlah mantan dan pejabat yang bakal terlibat, setelah melihat fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. 
 
"Fakta persidangan, korupsi lahan Bhakti Praja Pelalawan juga diduga melibatkan sejumlah nama pejabat yaitu  mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun yang disebut menerima Rp12.600.000.000, dan mantan Sekda Drs H  Marwan Ibrahin Rp1.500.000.000 serta Ketua Komisi B DPRD Pelalawan, Herman Maskar diduga menerima Rp2.850.975.000," ungkap  Yusuf.
 
Yusuf menganggap hasil persidangan itu bisa dijadikan data bagi polisi untuk mengembangkan kasus Lahan Bhakti Praja jilid III. "Kita juga perlu keterangan sejumlah saksi lainnya yang dihadirkan dipersidangan, untuk melanjutkan  memeriksa para calon tersangka lainnya," tutur Yusuf.
 
Kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp38 miliar ini bermula dari tahun 2002 hingga 2011 lalu. Dimana ditahun 2002, Pemkab Pelalawan berencana membangun gedung perkantoran pemerintahan dengan nama Perkantoran Bhakti Praja. Untuk pembangunan ini, pemkab membeli lahan kebun kelapa sawit milik PT Khatulistiwa Argo Bina, Logging RAPP RT 1 RW 2 Dusun I Harapan Sekijang seluas 110 hektar (ha) dengan harga Rp20 juta per Ha.
 
Pada Maret 2002, Tengku Azmun Jaafar bersama terdakwa Syahrizal Hamid bertemu dengan David Chandra, pemilik lahan di Hotel Sahid, Jakarta, menyepakati harga pembelian lahan. Selanjutnya, David Chandra menyerahkan surat tanah berupa fotocopy atas nama masyarakat sebanyak 57 set. 
 
Kemudian Tengku Azmun Jaafar memerintahkan terdakwa Lahmudin untuk menyerahkan dana uang muka pembelian tanah kepada Syahrizal sebesar Rp500 juta, dan Marwan Ibrahim menyetujuinya. Dana tersebut berasal dari APBD 2002.
 
Namun, permasalahan timbul karena pada tahun 2002 tanah yang pernah dibebaskan dan diganti rugi kembali oleh Pemkab Pelalawan. Kemudian, lahan tersebut diurus ulang atas nama keluarga terdakwa Syahrizal. Ganti rugi ini dilakukan lagi dari tahun 2007 hingga tahun 2011 sehingga biaya yang dikeluarkan  dengan menggunakan dana APBD tiap tahunnya beragam. (rep1)