Nasional

Ilegal, 19 Kapal Siap Ditenggelamkan

JAKARTA - Tak pernah lelah, Kementrian Kelautan dan Perikanan dalam memberantas kasus illegal fishing akan kembali menenggelamkan 19 kapal asing. Penenggelaman ini menyusul upaya yang sama dilakukan 20 Mei lalu, KKP telah menenggelamkan sebanyak 41 kapal ikan asing (KIA). 
 
"Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melakukannya," jelas Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti di Gedung Mina Bahari I, Jakarta, Senin (22/6/2015).
    
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP menjelaskan terdapat 19 kapal yang sudah siap untuk ditenggelamkan. Yakni, 13 kapal berada di Pontianak, 5 kapal Sino di Merauke, dan 1 kapal di Belawan. Sebelas diantaranya merupakan kapal dari Vietnam, 2 kapal dari Thailand, 5 kapal dari Tiongkok dan 1 kapal dari Malaysia.    
      
Sebagai informasi, periode Januari-Juni 2015, KKP telah menangkap 2000 kapal ikan. Baik, kapal lokal maupun asing.S emuanya  telah masuk dalam tahap pemeriksaan. Sebanyak 73 kapal di antaranya telah terbukti melakukan pelanggaran berat. Yakni, illegal fishing. 
      
Tak hanya itu, pelanggaran berat juga dilihat dari surat-surat yang dimiliki kapal. Di antaranya, Surat Izin Kapal Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI), dan Laporan Kegiatan Usaha (LKU). Semuanya harus memenuhi prosedur yang telah ditetapkan KKP.
      
Menurut Susi, tindakan penenggelaman kapal ini menjadi salah satu langkah yang paling  efektif dalam menghadapi ribuan kapal yang mencuri. "Ini menjadi efek jera. Kalau masuk pengadilan yang tidak komit akan terjadi seperti apa yang terjadi di Hai Fa (kabur ke Cina dengan membawa SDA Indonesia, red)," jelas Susi.
      
Ketegasannya tersebut menjadi sebuah ungkapan kekecewaan akan penegakan hukum di Indonesia. Apalagi praktik illegal fishing saat ini telah menjadi perhatian bagi Bank Dunia. Menteri Susi membenarkan ucapan Direktur Pelaksana Bank Dunia, Sri Mulyani, yang mengatakan bahwa kerugian akibat praktik ini bisa mencapai 20 miliar dolar AS atau setara Rp3.600 triliun. 
 
"Soalnya banyak penangkapan ikan tidak pernah terdata dengan benar dan rinci (laporan kegiatan usaha, red). Bayangkan, kita tidak perlu utang keluar negeri jika itu bisa teratasi," katanya.(rep04)