Riau Raya

Plt. Gubri Sebut Riau Maju Pesat karena DBH Migas

PEKANBARU-Pelaksana Tugas Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menegaskan, pembangunan dan kemajuan pesat yang dialami sejumlah wilayah di Provinsi Riau dalam beberapa tahun terakhir tidak lepas dari adanya Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas bumi (migas). 
 
"Selain juga ada DBH dari sektor lainnya termasuk kehutanan yang sejauh ini memang potensial di Riau," kata Arsyadjuliandi  di Auditorium Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru, Selasa (30/12) kemarin.
 
        Ia mengatakan itu saat menjadi pembicara pada diskusi publik yang diselenggarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Universitas Islam Riau dan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro).
 
         DBH terkait sumber daya alam tahun 2013 untuk Riau dari minyak dan gas bumi serta kehutanan cukup besar, namun dianggap belum sebanding dengan yang telah dihasilkan.
 
         DBH Migas itu terdiri dari bagi hasil untuk minyak sekitar Rp3,299 triliun dan khusus gas Rp2,99 miliar. DBH Migas diterima oleh Pemprov Riau dan 12 kabupaten/kota yang ada.
 
         DBH paling besar diterima oleh Kabupaten Bengkalis yang mencapai sekitar Rp706,970 miliar dan melebihi dana yang diterima Pemprov Riau sekitar Rp660,630 miliar.
 
         Sedangkan untuk kehutanan terdiri dari Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) sekitar Rp8,126 miliar dan Dana Reboisasi Rp10,077 miliar. Meski begitu, Pemprov Riau, Kabupaten indragiri Hulu dan Kota Pekanbaru tidak tercantum sebagi penerima DR.
 
         Arsyadjuliandi menjelaskan, saat ini dalam industri migas, daerah juga telah cukup banyak diuntungkan karena dilibatkan langsung melalui kehadiran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
 
         Sejauh ini ada dua BUMD Riau yang masih terlibat dalam pengelolaan migas hingga mendatangkan tambahan bagi pendapatan daerah.
 
         Dua BUMD di Riau yang dimaksud Arsyadjuliandi adalah PT Bumi Siak Pusako (BSP) yang bersama PT Pertamina membentuk Badan Operasi Bersama (BOB) di Blok CPP. Kemudian PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) yang mengelola Blok Langgak.
 
         Sebelumnya Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wilayah Sumatera Bagian Utara, Hanif Rusjd mengatakan, PT SPR semenjak dipercaya mengelola Blok Langgak tahun 2010 mampu menjaga produksi sekitar 500 barel per hari (bph) hingga kini.
 
          "Apabila melihat tingkat penurunan produksi minyak secara alami 10 persen per tahun, maka SPR sudah berhasil menekannya," kata dia.
 
          Ia mengatakan, SPR berpotensi meningkatkan produksi karena telah merencanakan pengembangan area kerja di daerah Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar. Hanya saja, rencana itu belum bisa direalisasikan akibat terganjal izin lingkungan yang belum "direstui" oleh Gubernur Riau.
 
         Kemudian untuk BOB Pertamina-BSP, Hanif mengatakan produksi minyak perusahaan sudah mencapai 93 persen dari target 14.571 bph pada tahun ini.
 
         Pengembangan bisnis perusahaan tersebut masih terkendala karena hingga kini belum juga mendapat izin dari Kementerian Kehutanan untuk melakukan ekspansi dari sumur-sumur tua yang ada di kawasan konservasi Dana Zamrud di Kabupaten Siak, Riau. Padahal, pengajuan usulan sudah dilakukan sejak lama.
 
         Dan yang berjaya sejak puluhan tahun adalah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang merupakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Perusahaan ini mengoeprasikan aset-aset negara  di bawah pemgawasan SKK Migas.
 
         Sampai saat ini, Chevron bekerja di dua wilayah produksi di Provinsi Riau berdasarkan Kontrak Bagi Hasil di mana kontrol dan pembagian hasil terbesar berada di pihak negara.
 
         CPI merupakan afiliasi dari perusahaan energi kelas dunia, Chevron Corporation, dan merupakan kontributor produksi  minyak terbesar secara nasional. (rep05/mcr)