Pilihan
Mendagri: Tanggung Jawab Kepala Daerah ke Rakyat, Bukan Partai
Sabtu, 22 Februari 2025
Cuti Bersama 2025 dan Libur Awal Ramadhan 1446 H Resmi Ditetapkan
Sabtu, 22 Februari 2025
Gubri Abdul Wahid Sampaikan Program 100 Hari Kerja Usai Dilantik
Jumat, 21 Februari 2025
Jokowi Imbau Kepala Daerah PDIP Hadir Retret: Ini Urusan Pemerintahan
Jumat, 21 Februari 2025
Setelah di Lantik Presiden, Masyarakat Rohil Menunggu Janji Manis Bupati dan Wakil Bupati Yang Baru
Kamis, 20 Februari 2025

Musnah Sudah Harapan Jembatan Penghubung Pulau Jawa-Sumatera
Ahad, 02 November 2014 - 02:47:00 WIB

Jakarta-Megaproyek Jembatan Selat Sunda atau JSS yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera berpeluang tidak akan dilanjutkan pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dua hal menjadi pertimbangan utama Presiden.
"Terus terang Pak Jokowi menyimak JSS itu. Beliau khawatir dampaknya pada dua hal," tutur Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago, Jumat (31/10/2014) petang. Pertama, dia menyebutkan, JSS dikhawatirkan bakal mematikan identitas Indonesia sebagai negara maritim.
Andrinof menjelaskan, Selat Sunda menjadi salah satu jalur penyeberangan terpadat, meski memang masih banyak kekurangan kinerja. "Kalau (penyeberangan Selat Sunda) dimatikan dan malah tidak ditingkatkan kinerjanya, itu akan menghilangkan identitas Indonesia sebagai negara maritim," kata dia.
Sebaiknya, lanjut Andrinof, pelayanan ataupun kinerja pelayaran di penyeberangan Selat Sunda diperbaiki, misalnya dengan menambah kapal penyeberangan, dermaga, dan memperbaiki fasilitas pendukung lainnya.
Adapun pertimbangan kedua tak berlanjutnya pembangunan jembatan itu adalah perihal ketimpangan. Menurut Andrinof, alangkah lucunya jika pemerintah yang berkoar-koar akan menekan ketimpangan justru membuat megaproyek yang menambah ketimpangan.
"Katanya pemerataan, tetapi kita bikin megaproyek yang membuat ekonomi terkonsentrasi di barat. Kita harus berhenti berpikir paradoks," ucap Andrinof.
Selain dua pertimbangan tersebut, Andrinof juga menyebutkan bahwa yang juga disadari Presiden Jokowi adalah pemenuhan kebutuhan rumah rakyat yang masih minim. Backlog atau ketimpangan antara permintaan rumah dan ketersediaan rumah itu setidaknya mencapai 15 juta rumah, dengan peningkatan lebih dari 1 juta rumah per tahun.
"Ini apa hubungannya dengan JSS? Adanya backlog itu karena konsesi penguasaan lahan. Penguasaan lahan oleh segelintir pengusaha membuat harga tanah tidak terjangkau. Jadi, ke depan harus jelas, membangun itu untuk apa. Membangun untuk segelintir orang atau untuk rakyat banyak?" papar Andrinof. (rep05)
LAINNYA
- Panglima TNI Dukung Demo Akbar Mahasiswa, Minta Polisi Tak Represif
- PSK: Perempuan Mana yang Mau Tidur dengan Laki-laki Berbeda Tiap Hari?
- KPK Usut 20 Kasus Korupsi di Riau
- Mulai 1 Januari 2015, Pemerintah Penerimaan PNS
- Kemendikbud: Buku Kurikulum 2013 Selesai Akhir Januari
- Harga Emas Antam Turun Rp 6.000/Gram di Awal Pekan
Tulis Komentar