Gereja Hendak Dirobohkan, Umat Kristen Cina Siaga

Sabtu, 05 April 2014

Beijing - Ribuan umat Kristen Cina memilih berkemah di sekitar sebuah gereja di bagian timur negeri itu menyusul isu rumah ibadah mereka akan segera diratakan dengan tanah. Penghancuran gereja adalah program terbaru pemerintah Provinsi Zhejiang.

Menurut pernyataan resmi pemerintah, setiap bangunan gereja yang melanggar peraturan daerah akan segera ditertibkan. Namun, berita yang dilansir Washington Post menyatakan kekhawatiran bahwa agama Kristen tumbuh terlalu cepat sehingga membuat pejabat lokal di Provinsi Zhejiang gerah. Mereka memulai kampanye pada bulan Februari untuk menghancurkan rumah-rumah ibadah agama Krsiten.

Beberapa pemimpin Kristen menyatakan bahwa sekretaris Partai Komunis provinsi keberatan melihat banyak tanda salib besar terpampang di sepanjang jalan raya utama. Sebelum aturan penghancuran gereja "yang menyalahi aturan" dikeluarkan, banyak poster dan simbol salib di sepanjang jalan yang diturunkan paksa.

Setidaknya enam simbol salib telah diturunkan di kota-kota di Cina, termasuk Hangzhou dan Zhoushan, menurut ChinaAid, sebuah kelompok advokasi Kristen berbasis di Texas. Kini gereja terbesar di Sanjiang yang dapat menampung hingga 2.000 orang bersiap menjadi target selanjutnya.

Awalnya, pejabat setempat memerintahkan penghancuran beberapa menara kecil di atap gereja. "Ketika para pemimpin gereja menolak, pejabat mengancam akan meruntuhkan seluruh bangunan," kata Zheng Leguo, pemimpin gereja Injili dari Wenzhou.

Gereja-gereja di Cina umumnya didirikan secara swadana. Umat Kristen setempat mengatakan mereka patungan hingga lebih dari 20 juta yuan (setara US$ 3,2 juta) untuk membangun gereja yang selesai tahun lalu. Kompleks gereja menempati area lebih dari 100 ribu meter persegi.

Kini pendirian di atas tanah itu dianggap ilegal oleh pemerintah setempat karena perizinan untuk gereja itu hanya 20 meter persegi. Namun, pelanggaran seperti itu adalah hal biasa di Provinsi Zhejiang.

Pihak berwenang, yang telah mengirimkan pemberitahuan pada 3 April, mengatakan bahwa gedung gereja itu ilegal dan menimbulkan "risiko keamanan serius". Oleh karena itu, gedung harus dirobohkan. Penduduk setempat melawan dengan menyatakan bangunan itu pernah dipuji oleh pemerintah daerah sebagai proyek percontohan ketika selesai tahun lalu.

"Dari apa yang mereka bahas selama negosiasi, intinya adalah bukan tentang pembangunannya yang ilegal, tetapi tentang agama Kristen yang berkembang dengan cepat," kata seorang pemimpin Kristen setempat. Bersama 3.000 jemaah, mereka berkemah dan siap menghadang petugas pamong praja yang hendak menghancurkan bangunan ibadah itu.

Seorang pejabat pemerintah daerah mengatakan bahwa pihak berwenang sedang berusaha untuk menyelesaikan kebuntuan ini. "Kami sudah meminta mereka untuk meninggalkan kompleks gereja demi keselamatan mereka sendiri," katanya. Ia menyatakan pemerintah masih bernegosiasi dengan pihak gereja untuk mencari penyelesaian terbaik.

Konstitusi Cina mengakui kebebasan beragama, tetapi bukan rahasia lagi pemerintah membatasi praktek keagamaan. Kegiatan keagamaan juga sangat dibatasi di daerah etnis minoritas, antara lain umat Buddha di Tibet dan Muslim di Uighur, atas nama keamanan. Gerakan spiritual Falun Gong juga menghadapi intimidasi, penindasan, dan penangkapan aktivisnya, Human Rights Watch mengatakan. (cr01/tc)