ilst
RELIGI - Salah satu kampus yang memiliki 2 gedung kembar; gedung A dan gedung B, biasa melakukan sholat Jumat sendiri untuk para mahasiswanya dan juga beberapa karyawan yang kantornya berada di sekitar kampus. Kedua gedung menyambung dengan jalan yang ada di lantai 1.
Sholat Jumat biasa diadakan di ruang utama gedung B di lantai 1 yang memang biasa digunakan untuk sholat. Saking banyaknya Jemaah yang ikut sholat Jumat, mereka sampai terhampar hingga lantai dasar, bahkan sampai ke gedung A yang berada di sampingnya.
Namun jumat ini berbeda, speker yang biasanya menyala nyaring dengan kuat. Jumatan kali ini tidak berfungsi sama sekali. Jumatan sepi, para Jemaah yang berada di gedung A kebingungan karena sudah lewat waktu zuhur hampir 20 menit tapi belum juga terdengar khutbah.
Tiba-tiba baru ada suara dari sebelah memberi isyarat bahwa sudah Iqomah sholat. Akhirnya mereka sholat Jumat dengan tanpa mendengar khutbah sama sekali. Walau satu huruf. Jadi pertanyaan, bagaimana hukum sholat Jumatnya tadi? Sah kah?
Dalam Kasus Ini Ada 2 Masalah:
[1] Apakah mereka yang tidak mendengar khutbah Jumat, terhitung sebagai orang yang melakukan Jumatan? Karena Sholat Jumat harus dengan khutbah.
[2] Apakah karena tidak mendengar khutbah Jumat, mereka boleh berbicara? Pembicaraan mereka, apakah dihitung sebagai "Laghw" yang memang dilarang dalam syariah ketika khutbah Jumat berlangsung? Karena wajibnya itu diam dan mendengarkan.
Masalah Pertama:
Memang ulama telah bersepakat bahwa khutbah itu ialah salah satu syarat sahnya sholat Jumat. Maka ketika khutbah tidak ada, sholat Jumat pun menjadi tidak sah, karena syaratnya hilang.
Walaupun ada satu pendapat dari Imam Hasan Al-Bashri yang mengatakan bahwa khutbah Jumat bukanlah syarat sah. Tapi sayangnya pendapat ini lemah, kalah kuat dengan pendapat yang dipegang oleh ulama.
(Al-Hawi Fi Fiqh Al-Syafi'I 3/44)
Tapi yang terjadi dalam kasus ini bukanlah sholat Jumat tanpa khutbah, akan tetapi sholat Jumat yang khutbahnya tidak terdengar karena kerusakan teknis. Jadi sholat mereka tetap sah, dan mereka telah melakukan sholat Jumat. Maka tidak perlu diganti dengan sholat Zuhur.
Kasusnya sama saja seperti mereka yang sholat Jumat, tapi ketinggalan khutbah karena telat datang. Ketika imam sedang sholat Jumat, ia baru masuk masjid, akhirnya ia tidak mendengar khutbah. Sholat Jumatnya tetap sah, tapi memang pahalanya tidak sesempurna mereka yang mendengar khutbah.
"siapa yang mendapati satu rokaat sholat Jumat (bersama imam) maka lanjutkan rokaat berikutnya (rokaat kedua)" (HR. Ibnu Majah, no. 1111)
Maksud hadits tersebut ialah bagi siapa yang terlambat datang Jumat, hanya kedapatan satu rokaat bersama imam, maka ia cukup melengkapi satu rokaat lagi menjadi 2 rokaat jumat sempurna.
Artinya memang sholat Jumat-nya sah dan tidak perlu mnegganti dengan Zuhur. Itu yang ketinggalan satu rokaat, apalagi mereka yang dalam kasus ini ikut bersama imam dari rokaat pertama.
Masalah kedua:
Karena tidak mendengar khutbah dan waktu sudah masuk waktu Zuhur lama, akhirnya mereka kebingungan dan saling bertanya-tanya. Malah ada yang masih ngobrol karena menganggap khutbah belum mulai, padahal di gedung sebelah Khotib sudah khutbah kedua.
Nah apakah pembicaraan mereka dengan satu sama lainnya terhitung Laghw (lalai Khutbah) yang memang berdosa atau tidak?
Dalam masalah ini, ulama terbagi menjadi 2 pendapat; [1] Mengharamkan, dan [2] Membolehkan.
Pendaat pertama:
Itu terhitung sebagai Laghw, dan mereka berdosa karena lalai walaupun sholatnya tetap sah.
Ini pendapat yang dipegang oleh beberapa ulama yang bersumber dari pendapatnya sahabat Utsman bin Affan ra. Imam Ibnu Qudamah yang mewakili kelompok pertama mengatakan:
"tidak ada perbedaan dalam larangan berbicara ketika khutbah Jumat, baik bagi mereka yang mendengar atau mereka yang jauh yang tak mendengar. Sebagaimana riwayat dari Utsman bin Affan yang berkata bahwa wajib bagi yang dekat mendengarkan dan diam. Bagi yang jauh (tidak terdengar) itu wajib diam. Maka ketika dia diam, dia mendapatkan ganjaran yang sama seperti mereka yang mendengarkan" (Al-Mughni 2/165)
Kemudian Imam Ibnu Qudamah menambahkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Imam Abu Daud, bahwa Rasul saw pernah bersabda:
"3 orang yang datang sholat Jumat. Yang pertama masuk kemudian lalai (tak mendengar khutbah) maka ia mnedapat ganjaran (dosa) akan itu. yang kedua masuk dan berdoa kepada Allah, maka Allah berkehendak mengambulkan atau menolak doanya. Dan yang ketiga masuk lalu diam dan mendengarkan khutbah, maka ia yang mendapatkan ampunan antara Jumat sampai Jumat berikutnya" (HR Abu Daud, no. 939)
Pendapat kedua:
Tidak ada dosa bagi mereka, karena diam ketika khutbah itu memang untuk mendengar khutbah, maka ketika khutbahnya tidak terdengar ya tidak masalah.
Ini pendapat yang dianut oleh Imam Ahmad dan menjadi pendapat resmi madzhab Hanbali.
Memang berbicara ketika khutbah Jumat itu berdosa karena termasuk "Laghw" yang memang dilarang dalam hadits Nabi saw: "………………. barang siapa yang berbicara, maka dia telah lalai (laghw), siapa yang lalai, maka ia tidak mendapatkan pahala Jumat (sempurna)" (Muttafaq 'Alayh)
Akan tetapi larangan tersebut kan ketika khutbah Jumat memang terdengar. Dan dilarang berbicara agar bisa mendengarkan imam Khutbah, dan tidak menggangu Jemaah lain yang sedang mendengarkan. Maka ketika khutbahnya tidak terdengar, ya boleh saja berbicara.
Sama seperti kandungan ayat: "jika diperdengarkan Al-Quran, maka dengarkanlah dan diam" (Al-A'rof: 204)
Ayat ini seperti dikatakan oleh para Ahli Tafsir, ia turun ketika Nabi Muhammad saw sedang khutbah. Maka ketika diperdengarkan, ya diam dan dengarkan. Tapi ketika tidak terdengar, ya apa yang mau didengarkan?
Maka ulama yang berpendapat ini tidak mengharamkan berbicara ketika khutbah, selama pembicaraannya tidak mengganggu Jemaah sekitar, dan tidak dengan suara yang tinggi.
Akan tetapi dalam kondisi ini, Imam Ahmad berpesan bahwa menyibukkan diri dengan dzikir dan juga sholawat kepada Nabi Muhammad jauh lebih baik daripada berbicara. (Matholib Uli Al-Nuhaa 788, Al-Mughni 2/165).(nt)