Ukur Aktivitas Fisik Anak dari Denyut Nadi, Bukan Keringat

Kamis, 30 Mei 2013

Jakarta : Anak-anak yang beraktivitas fisik atau olahraga biasanya akan berkeringat. Ini yang membuat orang dewasa berpikiran kalau anak itu sudah sungguh-sungguh melakukannya. Padahal, serius atau tidaknya tergantung dari denyut nadinya.
 
Menurut Residen Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Sophia Benedicta Hage, jangan selalu mengukur anak sudah sungguh-sungguh melakukan aktivitas dari keringatnya. 
 
"Kalau semakin cepat denyut nadinya, baru bisa dikatakan anak tersebut benar melakukan aktivitas fisiknya," ujar Sophia. 
 
dr Sophia mengatakan, jika mau mengetahui apabila denyut nadi seorang anak meningkat, bisa dilihat 85 persen kapasitas dari dalam dirinya. "Denyut nadi maksimal, dikurang usia anak. Hasilnya, dikalikan 75 persen atau 85 persen. Hasilnya itu yang menunjukkan detak nadi maksimal," ujarnya.
 
Ia menambahkan, denyut nadi maksimal seorang anak adalah 220. Jadi, jangan selalu menilai seorang aktif dari keringatnya, tapi dari denyut nadinya.(rep03)
 
 
LIPI: BLT Hinaan untuk Rakyat Miskin
 
Jakarta - Selain tidak mendidik, pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat juga menjadi salah satu bentuk penghinaan kepada masyarakat miskin. Hal tersebut disampaikan oleh Syamsudin Haris, peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
 
"BLT itu malah bisa dianggap sebagai penghinaan kepada rakyat miskin. Anda bisa hitung sendiri nilai uang yang dibagikan, sekali dipakai langsung habis," ujarnya. 
 
Haris menambahkan seharusnya pemerintah melakukan upaya-upaya yang lebih mendidik untuk dalam memberikan subsidi kepada masyarakat.
 
"Mestinya ada upaya-upaya yang lebih mendidik, misalkan menciptakan kegiatan yang melibatkan (partisipasi) masyarakat, dengan demikian masyarakat mendapat upah," tukasnya.
 
Hal ini sebetulnya juga telah diamini oleh para parpol. Menurut Haris, parpol pada saat ini juga menuntut dana tersebut bukan untuk dibagikan, tapi digunakan untuk pembangunan intfrasutuktur.
 
"Dengan (pembangunan infrastruktur tersebut) banyak tenaga kerja yang diserap. Kalau (hanya) menunggu (BLT), dari segi pendidikan politik tidak bagus, karena menciptakan ketergantungan, jadi setelah dana BLT habis tinggal nunggu aja," tambahnya.(rep03)