UKM Riau Dinilai Belum Siap Hadapi MEA
Pekanbaru-Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Riau, Viator Butar Butar menilai usaha kecil menengah di provinsi ini belum siap menghadapi kesepakatan pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
"Jika mau jujur, usaha kecil menengah kita belum siap, buktinya di pasar domestik saja UKM masih gelagapan untuk masuk ke sana apalagi memasarkan produk ke luar negeri. Sebaliknya daerah ini justru dibanjiri produk luar negeri," kata Viator di sela Rapat Pimpinan Provinsi (Rapimprov) Kadin Riau, di Pekanbaru, Kamis.
Menurut dia, MEA adalah suatu bentuk pasar tunggal, produk-produk dari negara-negara ASEAN masuk ke Indonesia, demikian pula sebaliknya.
Akan tetapi, katanya, Indonesia khususnya Riau justru menjadi sasaran pasar luar negeri. Dengan potensi 240 juta jiwa penduduk Indonesia peluang besar sebagai target penjualan.
"Seharusnya Indonesia menjadi pasar sekarang dan UKM Riau bisa memanfaatkan pasar dengan daya beli tergantung Malaysia dan Singapura. Namun saat ini Thailand justru makin kuat di sektor pertanian, Indonesia paling sektor peternakan kambing dan pisang," katanya.
Oleh karena itu, semua pihak yang berkepentingan harus bekerja sungguh-sungguh untuk meraih peluang besar tersebut. Pemerintah juga harus konsisten dan sistematis membina serta mengembangkan potensi UKM.
Sedangkan untuk Pemerintah Provinsi Riau, pemerintah kabupaten dan kota setempat, tercatat lima faktor yang perlu menjadi perhatian khusus guna menyiapkan UKM daerah masing-masing agar bisa bersaing kuat di pasar tunggal itu.
Faktor pertama, katanya, harus memanfaatkan sumber daya keuangan dan peraturan daerah untuk meningkatkan teknologi produksi sehingga efisiensi tercapai dan produk berkualitas.
"Dengan demikian produksi Riau misalnya bisa di lihat di Singapura atau dapat dibeli oleh warga di Malaysia, dan Filipina," katanya.
Berikutnya faktor kedua adalah pemerintah harus berhasil mendukung dunia usaha di bidang pembiayaan dengan suku bunga yang sangat terjangkau.
Jangankan mau berusaha, kata Viator, hendak membayar kredit jika SBDK yang dikenakan oleh Bank Riau Kepri ke UKM justru 13,5 persen per tahun. Jika SBDK tinggi, bagiamana mungkin UKM Riau bisa bersaing?
Sementara itu Malaysia justru dengan suku bunga di bawah 7 persen, Thailand apalagi lebih rendah dari itu sehingga UKM mereka bisa berusaha dengan baik.
"Sebaiknya Pemerintah Riau tidak perlu tergantung dengan Bank Riau Kepri saja. Usaha yang paling baik antara lain menarik kembali dana yang mengendap di Bank Riau Kepri yang berbentuk rekening giro itu," katanya.
Kebijakan lainnya dalam menggali sumber daya keuangan adalah memberikan kemudahan bagi UKM untuk mengakses dana melalui Perusahaan Terbatas Ekonomi Rakyat (PT. PER) milik Riau itu.
"Memang awal 2015 kita belum siap. Tidak harus sekarang akan tetapi bagaimana di masa datang kita bisa mengisi peluang-peluang tersebut dengan baik. Menyederhanakan proses pengurusan perizinan, menghapus biaya-biaya siluman dalam pengurusan hal tersebut," ucap Viator.
Selain itu mengembangkan jaringan pemasaraan luar negeri, dan untuk hal ini pemerintah harus pro aktif dan memiliki program nyata. Di Singapura dalam ajang pameran ke luar negeri mereka justru membawa 40 UKM dan membiayai mereka dengan uang negara. Faktor lainnya adalah peningkatan kualitas SDM UKM.
"Jika kelima faktor tersebut dibenahi secara serius maka UKM Riau akan bisa menjadi pemaian di tingkat nasional dan internasional," tambahnya. (rep05/ant)