Nasional

RUU Kelautan Dinilai Untungkan Nelayan Asing

Malang - Rancangan Undang Undang Kelautan memiliki banyak kelemahan. Untuk itu, akademisi Universitas Brawijaya, Malang, memberikan masukan dan kritik dalam konsultasi publik dan jaring pendapat yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Komisi IV DPR RI. 
 
"Menguntungkan pihak asing karena mereka bebas mengambil ikan di perairan Indonesia," kata pakar hukum Universitas Brawijaya Malang, Rahmat Syafa'at, Kamis 18 September 2014.
 
Kritikan itu disampaikan menanggapi pasal 15 ayat 1 yang mengatur tentang pemanfaatan kelautan yang berbunyi "Dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan, negara harus mengakui hak menangkap ikan tradisional dari negara tetangga yang langsung berbatasan di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan."
 
Sebaliknya, nelayan Indonesia tidak bisa mengambil ikan di perairan negara lain meski mengantongi ijin dari pemerintah Indonesia. Untuk itu, Rahmat mengusulkan agar pasal tersebut direvisi. Tujuannya untuk melindungi nelayan tradisional dan meningkatkan kesejahteraannya. Rahmat menilai RUU Kelautan cenderung dipaksakan karena dikejar waktu dan harus selesai sesuai jadwal.
 
"Pembuatannya tak melibatkan masyarakat yang berkepentingan," katanya. Rahmat menemukan banyak pasal karet, dan tak memuat aturan konservasi lingkungan sehingga rawan terjadi kejahatan dan perusakan lingkungan di perairan. Dalam uji publik tersebut, hadir sebanyak 18 pakar. Mayoritas menilai sejumlah pasal harus direvisi sebelum disahkan.
 
Sekretaris Jenderal Kementrian Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja, menjelaskan RUU Kelautan merupakan turunan dari undang-undang sebelumnya. Sjarief menerima masukan dan kritik untuk penyempurnaan RUU Kelautan. "RUU Kelautan fokus untuk percepatan pembangunan kelautan nasional," katanya.
 
Konsultasi publik dan jaring pendapat dilakukan secara paralel di Universitas Brawijaya (Malang), Universitas Diponegoro (Semarang) dan Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta). (rep01/tco)