Jakarta-Peneliti dan pengamat politik asal Indonesia yang kini bermukim di Amerika Serikat, Made Tony Supriatma mengemukakan informasi yang menarik tentang situasi pasca Pemilu Prwsiden (Pilpres) 2014 di Indonesia.
Salah satunya adalah adanya seoran tokoh asing yang tertarik kepada Prabowo Subianto dan mengusulkan agar Prabowo dijadikan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kalau Saudara aktif mengikuti apa yang ditulis oleh orang luar tentang Indonesia, Saudara pasti pernah kenal dengan nama Stanley Weiss. Dia berkebangsaan Amerika Serikat dan adalah eksekutif sebuah perusahaan tambang," kata pengamat politik militer ini tentang Stanley Weiss yang kemudian diunggah dalam akun facebooknya.
Selain menjadi seorang eksekutif di perusahaan tambang, Wiess, menurut Made juga pendiri Business Executives for National Security. Ini adalah kumpulan eksekutif perusahan tambang, industri kimia, dan perminyakan yang menaruh perhatian pada keamanan nasional (Amerika, tentu saja!).
Weiss, sambung Made, sering ke Indonesia. Sekalipun dia adalah CEO sebuah perusahan dan pemimpin sebuah think-tank di Washington DC, dia menghabiskan banyak waktu di luar negeri. Stanley Weiss juga aktif menulis. Buah penanya tersebar mulai dari koran seperti Washington Post dan New York Times dan akhir-akhir ini kerap muncul di media online The Huffington Post.
"Tidak diragukan. Weiss lebih suka Indonesia dipimpin oleh Prabowo. Ini tampak dari tulisan-tulisannya dalam beberapa tahun terakhir ini. Dia pernah menulis tentang Walikota Surabaya, Risma yang menurutnya cocok menjadi wakil presidennya Prabowo," kata alumnus Univeraitas Gajah Mada Yogakarta dan Univeristas Cornell New York ini.
Dia, sambung Made, juga menulis bahwa Prabowo bisa menjadi Lee Kuan Yew-nya Indonesia. Dia menaruh harapan tinggi terhadap kepemimpinan Prabowo atas Indonesia, yang dianggapnya akan membersihkan Indonesia dari korupsi.
"Selebihnya, argumennya hampir sama dengan pendukung Prabowo yang lain. Hanya saja argumen itu disampaikan dengan bahasa yang lebih canggih, khas bahasa think-tank, yang penuh dengan policy prescriptions (resep-resep kebijakan-red)," tambahnya.
Namun Made juga memberikan keterangan bahwa Weiss juga seorang "pemain" di Washington yang tidak perlu diragukan. Dia, memiliki jaringan para pelobi di ibukota AS itu. "Singkatnya, dia memiliki pengaruh di kota yang penuh intrik politik ini," tulisnya.
Di Indonesia Weiss juga mengenal adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo dengan baik. Mereka berdua berbisnis dalam usaha pertambangan dan energi. "Saya tidak tahu apakah Tuan Weiss punya kaitan dengan usaha lobbying yang dilakukan Hashim pada tahun 2013. Seperti diketahui, Hashim mengeluarkan 660 ribu dolar untuk menyewa lobbyist guna mengamankan kepentingannya di Washington," lanjut Made seraya menyebutkan "Membeli Pengaruh di Washington" yang dimuat di IndoProgress Online sebagai rujukan.
Namun menurut Made ada yang menarik dari dua tulisan terakhir Weiss di Huffington Post. Tulisan Weiss itu memberikan saran kepada Jokowi seraya menarik perbandingan dengan Presiden Obama. Weiss memberikan enam poin khas orang think-tank yang harus dikerjakan.
Keenamnya ialah agar Jokowi menjadi dirinya sendiri; memilih para pembantunya yang berasal dari kalangan pintar (teknokrat); mampu mengelola ekspektasi karena tidak semua yang diteriakkan dalam kampanye bisa terealisasi; membikin koalisinya tetap bersatu dan bergairah; merangkul oposisi, dan tidak takut ambil peranan yang lebih besar di panggung internasional. "Namun, hal yang paling kontroversial adalah Weiss mengusulkan agar Jokowi menjadikan Prabowo sebagai Ketua KPK," ujar Made. (rep05)