Palembang - Koreografer Nasional Denny Malik mengancam mundur dari persiapan upacara pembukaan Islamic Solidarity Games III di Palembang, karena tidak kunjung mendapatkan kepastian kontrak kerja dari panitia pelaksana.
"Ini masalah melatih 500 orang pelajar yang tidak ada kejelasan mengenai dananya, lantaran Peraturan Presiden tidak turun-turun juga. Jika besok (Kamis, 12/9) tidak ada kepastian juga, maka saya akan mundur," kata Denny Malik ketika dikonfirmasi di Palembang, Kamis (12/9) dilansir ANTARA News.
Ia menjelaskan, telah bertoleransi dengan panitia daerah dengan bekerja terlebih dahulu tanpa kontrak kerja, mengingat perhelatan olahraga negara-negara Islam akan digelar pada 22 September-1 Oktober 2013.
Sementara, penetapan Sumsel sebagai tuan rumah pada 2 Juli 2013, dan diiringi dengan Keputusan Presiden pada 29 Juli 2013. "Sejak empat hari lalu, sebanyak 500 orang pelajar SMA di Palembang sudah berlatih. Namun tetap tidak ada kejelasan mengenai biayanya. Saya sebagai orang yang bertanggung jawab di sini tidak mau para penari akhirnya terlantar," katanya.
Sumatera Selatan mendesak pemerintah pusat segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum pengadaan barang perhelatan olahraga Islamic Solidarity Games (ISG) III yang akan diikuti 44 negara.
"Perpres itu menjadi kebutuhan sangat mendesak saat ini, semua pekerjaan terganjal karena belum ada payung hukum. Sumsel sebenarnya sudah lelah melakukan pendekatan ke pusat, tapi ini benar-benar tidak bisa ditahan lagi," kata Sekretaris Panitia Pelaksana Islamic Solidarity Games III Maryama Bustam.
Ia membenarkan, panitia di daerah menghadapi masalah karena belum lahirnya Perpres itu, bahkan mengancam persiapan acara pembukaan dan penutupan ISG. "Ada sejumlah item barang yang harus dibeli di Singapura untuk menunjang kebutuhan di upacara pembukaan. Sementara tidak ada dari panitia yang berani tanda tangan kontrak kerja dengan pihak ketiga, karena tidak ada payung hukumnya. Selain itu Denny Malik juga mengancam mundur," ujarnya.
Ia mengatakan, sikap yang diambil panitia pelaksana itu terbilang realistis, karena jika dipaksakan berarti dengan sengaja melakukan pelanggaran hukum. "Jika kontrak ditandatangani tentunya akan melanggar peraturan pemerintah nomor 54 dan perubahannya nomor 70 tentang pengadaan barang, karena sudah jelas untuk harga di atas Rp200 juta harus ditenderkan, sementara tanggal 14 September saja sudah ada pertandingan. Tentunya tidak ada yang mau jadi pahlawan kesiangan di sini," ujarnya. (rep1)